Page 364 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 364
Masalah Agraria di Indonesia
batan di kalangan orang-orang ahli berfikir. Riwayat lahirnya
Undang-undang Agraria, perdebatan dalam Parlemen Negeri
Belanda atas rancangan Cultuurwet van de Putte yang makan
waktu 14 hari untuk pasal 1 saja, dan beberapa kali percobaan
Menteri-menteri Jajahan Negeri Belanda untuk mengatasi soal
ini, menunjukkan bagaimana penting dan sulitnya persoalan
tanah yamg merupakan “masalah penjajahan”. Sulit untuk
menentukan peraturan-peraturan yang dapat menguntungkan
kepentingan kolonial, yang dapat dicari kebenarannya menu-
rut adat yang ada.
Pihak yang membenarkan dasar-dasar Domeinverklaring
mengajukan alasan-alasan dan pertahanannya sebagai berikut:
Raja adalah pemilik (eigenaar) tanah, atau: tanah adalah
milik Raja. Dasar-dasar hak tanah di Jawa berdasarkan penger-
tian tersebut. Tanah di Jawa berdasarkan pengertian tersebut.
Tanah itu milik yang berdaulat yaitu Raja. Dalam hubungan
yang erat, penduduk mengerjakan tanah-tanah itu dengan hak
memakai. Atas pemakaian tanah itu Rakyat harus menyerah-
kan sebagian hasil tanah itu.
Pendapat ini dibenarkan oleh pendapat hakim, di antara-
nya putusan pengadilan di Yogyakarta yang menyatakan bah-
wa sejak dahulu kala tanah-tanah di daerah Kerajaan itu
(Surakarta dan Yogyakarta) adalah kepunyaan Raja.
Raja di Bali disebut “Sang Amurwa Bumi” (yang mem-
punyai, menguasai tanah). Di Lombok terdapat juga pendapat
semacam itu, bahkan lebih kuat lagi. Semua orang Bali dan
Sasak di Lombok menyatakan bahwa tanah itu, baik yang su-
dah maupun yang belum dikerjakan rakyat adalah Kepunyaan
Raja, Sang Amurwa Bumi. Tanah itu milik eigendom Raja, hak
Rakyat atas tanah adalah hak mengerjakan dan memungut
343