Page 368 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 368
Masalah Agraria di Indonesia
cara kuno, yang dengan cara gampang menyatakan bahwa
semua tanah yang tidak dapat dibuktikan dengan hak eigen-
dom adalah menjadi kepunyaan Negeri.
Domeinverklaring dipandang dari sudut teori yuridis itu
ganjil, ruwet dan tidak berguna. Ruwet, karena terdapat su-
sunan yang membingungkan. Tanah yang menjadi hak milik
(bezitsrecht) orang Indonesia, dalam Domeinverklaring
dinyatakan sebagai hak (domein) negeri. Ganjil lagi, karena
setelah Negara mengatakan tanah itu semua kepunyaannya,
jadi Negara sebagai eigenaar tanah, masih perlu eigenaar
tanah itu “meng-onteigen” dari Rakyat bilamana orang Indo-
nesia pemiliknya tidak suka melepaskan tanahnya itu dengan
suka rela. Pengambilan oleh Pemerintah dengan istilah
“onteigenen”’ berarti mengakui milik yang punya tanah itu.
Kalau Negara sudah menyatakan dirinya sebagai eige-
naar, apakah perlunya untuk memberi keharusan memper-
timbangkan dulu dengan Rakyat sebagai orang yang bukan
pemiliknya. Dengan begitu berarti pemerintah tidak tahu akan
haknya sendiri, seperti yang sudah dinyatakan : sebagai
eigenaar tanah. Bilamana undang-undang sudah memberikan
hak eigendom, dapatlah dia langsung bertindak, langsung
mempergunakan hak itu. Tidak usah mengadakan perundingan
dengan orang partikelir, diantaranya untuk keperluan pembe-
rian erfpacht itu. Vollenhoven selanjutnya mengatakan bahwa
di daerah-daerah kerajaan yang memerintah sendiri (yang
mestinya berarti masih diakui kekuasaannya), harus diakuinya
juga kekuasaan Raja atas tanah, konsekuen dengan pernyataan
bahwa Raja adalah pemilik tanah. Seharusnya difikirkan juga
oleh pembuat Undang-undang adanya Domeinverklaring buat
Swapraja lebih dulu. Tetapi nyatanya tidak demikian. Raja-
347