Page 359 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 359
Mochammad Tauchid
samar, makin lama makin terang dan tegas, akhirnya berupa
“Domeinverklaring” itu. Domeinverklaring itu yang kemudian
menjadi pangkalnya segala Undang-undang dan peraturan-
peraturan tanah, tidak diwujudkan dalam Undang-undang
Dasar atau Undang-undang Pokok. Hanya berupa sisipan dalam
satu Keputusan Raja (Agraris Besluit). Satu keganjilan juga
dalam sejarah hukum.
Cara pengambilan kekayaan yang lama, yang kasar dan
terlalu mencolok mata, yang dijalankan oleh Kompeni,
Daendels, dan Cultuurstelsel, sudah kurang menarik hati.
Mudah menimbulkan benci dan marah rakyat, karena terlalu
terang-terangan nampak cara-cara pengisapan dan peme-
rasan. Sebab itu setelah terdapat dalil yang baru, bergantilah
cara menghisap kekayaan dari Rakyat Indonesia.
Dalam Regeerings Reglement tahun 1818 No. 80 dan
1827 No. 83, dengan samar-samar telah mulai dinyatakan
pemilikan tanah di Indonesia oleh pemerintah. Makin jelas
kemudian dinyatakan dengan R.R. 1836 tentang hak milik
tanah bagi Negara, dengan pernyataan Negara sebagai eige-
naar (pemilik) tanah.
Pernyataan itu kemudian dimuat dalam Gouvernements
Besluit 1853 No. 9 (Bijblad 182) berbunyi : …. akan diper-
tahankan dasar-dasar bahwa semua tanah yang tidak
dikenal pemiliknya, menurut protokol justisi ataupun dalam
kantor pendaftaran tanah, terhitung sebagai kepunyaan
negeri”.
Dalam rancangan Fransen van de Putte (Cultuurweton-
twerp) tahun 1866, pasal 6 berbunyi: “Semua tanah yang
tidak masuk dalam pasal-pasal di muka (pasal-pasal itu berisi
pemberian hak eigendom menurut Hukum Perdata sebagai
338