Page 467 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 467
Mochammad Tauchid
tahun di kota Madiun ini disebabkan oleh buruknya hutan di
daerah pegunungan Ponorogo Selatan. Dengan pembabatan
hutan di gunung-gunung yang tidak dengan menghitung akan
gunanya hutan itu, bahaya semacam itu akan makin besar
dan berulang-ulang terjadi.
Banjir di kota Kediri yang tiap tahun diderita akibatnya,
disebabkan tak adanya hutan di pegunungan Trenggalek,
Ngunut Selatan dan sekelilingnya.
Sebagaimana diutarakan tadi air hujan yang turun di pegu-
nungan dengan deras mengalir ke tempat-tempat yang rendah
dan akhirnya ke sungai yang makin besar. Dengan adanya hu-
tan atau tumbuh-tumbuhan kayu di tanah pegunungan, keja-
dian-kejadian semacam ini akan dapat diperkecil. Air hujan
yang jatuh di hutan akan lambat mengalirnya karena tertahan
oleh rintangan-rintangan yang berupa batang kayu, akar-akar
dan kotoran-kotoran dari pohon. Kelambatan mengalir ini
memberi kesempatan sebagian air itu meresap ke dalam tanah,
dan sedikit saja yang mengalir ke sungai yang menyebabkan
banjir itu. Banjir ini tidak hanya diderita oleh orang-orang di
lembah-lembah, tetapi juga menghancurkan bangunan-
bangunan yang sangat berguna bagi masyarakat, seperti jem-
batan-jembatan, rumah-rumah, jalan-jalan dan sebagainya.
Dan yang paling membahayakan bagi orang tani adalah akibat
ketandusan tanah yang tidak dapat diperkirakan bahayanya
bagi pertanian dan bagi keselamatan turunan-turunan kita.
Dalam bukunya, Hutan, Reboisasi, Industri, Supardi se-
lanjutnya menerangkan angka-angka luasnya hutan yang seka-
rang dibabat rakyat diantaranya di beberapa tempat di Jawa
Tengah 9.946 ha (Pekalongan 2,210 ha, Pemalang 1.438 ha,
Cilacap 2.680 ha, Purworejo 1.147 ha, Balapulang 851 ha,
446