Page 153 - Pengantar Hukum Tata Negara
P. 153
142 Dian Aries Mujiburohman
membenarkan pendapat DPR, bahwa Presiden dinyatakan melangar
hukum atau tidak mampu melaksanakan kewajibannya, tapi MPR
memutuskan sebaliknya. Begitu juga sebaliknya jika MK memutuskan
menolak pendapat DPR, tetapi DPR mengesampingkan pendapat MK,
DPR meneruskan ke MPR, hal ini bisa saya terjadi karena DPR, MPR
adalah lembaga politik. Juga yang menjadi pertanyaan jika terjadi
perbedaan keputusan antara DPR, MK, MPR lembaga manakah yang
berwenang memberikan keputusan akhir dari perselisihan tersebut,
yang namanya “pendapat” bisa juga diikuti dan bisa juga tidak. Jika
ada perbedaan masing-masing putusan ini dianggap wajar karena
masing-masing lembaga berbeda kewenangan dan fungsinya, DPR
dan MPR adalah lembaga politik sedangkan MK lembaga hukum, jadi
Presiden dan Wakil Presiden dapat diberhentikan secara hukum dan
secara politik maupun kedua-duanya. UUD 1945 dan UU Mahkamah
Konstitusi menyebutkan kewajiban MK untuk memutuskan
pendapat DPR dalam bagian berbeda dengan kewenangan MK yang
lain. 266 Disamping empat kewenangan dan satu kewajiban MK, MK
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dan putusan
MK atas empat kewenangan tersebut bersifat inal. pemisahan
kewenangan inilah yang menimbulkan tafsir di kalangan para pakar.
Setidaknya ada dua macam pendapat yang menafsirkan hal ini.
Pertama, karena pemisahan kewenangan inilah putusan MK dianggap
tidak inal dan mengikat dan putusan MK akan diteruskan ke MPR,
berarti ada lembaga lain yang menilai pendapat DPR tersebut.Kedua,
menganggap putusan MK bersifat inal dan mengikat secara yuridis,
seharusnya putusan MK juga memiliki kekuatan mengikat terhadap
MPR.
266 Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat (1) dan (2) UU
Mahkamah Konstitusi.