Page 107 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 107
menghubungkan dogma teologis–ajaran Tauhid dengan kepercayaan
8
Bugis tentang Sawerigading , menurut Pelras (2006) merupakan kunci
9
keberhasilan penyebaran Islam pada orang Bugis.
Para ulama penyebar agama Islam pertama di Sulawesi Selatan
dengan sengaja memilih sinkretisme sebagai satu-satunya pilihan yang
10
memungkinkan agama Islam diterima oleh penguasa Bugis ( Pelras,
2006). Aspek-aspek syariat Islam kemudian diintegrasikan ke dalam
rangkaian hukum dan norma adat, meskipun ajaran Islam hanya sekedar
ditempelkan ke dalam berbagai praktik tradisional mereka. Setelah
mengalami resistensi hebat, ternyata pemberlakuan syariat Islam mampu
menjadikannya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan
Bugis.
Meski demikian, sejumlah konsep dan norma pra-Islam tampaknya
masih tetap dijadikan prinsip. Menurut aturan tak tertulis, jika orang
terpaksa mengambil jalan kekerasan misalnya, orang Bugis disarankan
untuk memilih lawan yang sebanding agar tidak kehilangan siri’ atau
11
dengan mengusahakan memiliki kekuatan gaib yang dapat digunakannya
untuk melawan. Apabila lawan ternyata lebih kuat, orang boleh
menyerang dari belakang atau menipunya. Hal yang sama bisa dilakukan
jika ternyata pihak musuh lebih kaya atau lebih berkuasa. Disini
keadilan bukanlah masalah etika sebagaimana konsep pemikiran Islam
atau Barat. Artinya terdapat perbedaan pemahaman rasionalitas yang
8. Tauhid berarti alam semesta ini unipolar dan uniaxial, hakikatnya alam semesta berasal
dari Allah (Inna Lillah) dan akan kembali kepada-Nya (Inna ilahi raji’un).
9. Cucu Batara Guru yang menjadi tokoh utama dalam epos La Galigo, merupakan figur
sejarah yang kharismatik dan dalam tradisi lisan klasik dianggap sebagai sosok “Sang
Juru Selamat”.
10. Sinkretisme adalah upaya untuk menenggelamkan berbagai perbedaan dan menghasilkan
kesatuan diantara berbagai sekte atau aliran filsafat, sehingga dapat digunakan untuk
menggambarkan upaya memadukan berbagai unsur yang terdapat di dalam bermacam
pembicaraan sehubungan dengan masalah keagamaan, tanpa memecahkan berbagai
perbedaan dasar dari prinsip-prinsip yang ada di dalamnya.
11. Siri’ adalah martabat dan harga diri, sesuatu yang dirasakan bersama dan merupakan
bentuk solidaritas sosial, yang dapat menjadi motif penggerak penting kehidupan
sosial dan pendorong tercapainya suatu prestasi sosial, meskipun juga dapat terjadi
penerapan siri’ yang salah sasaran, seperti pada banyak kasus balas dendam.
80 Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang