Page 111 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 111

Walaupun garis batas antara orang-orang dari status berbeda terus
            dipertahankan, tetapi persaingan dikalangan orang-orang berstatus
            sederajat untuk memperoleh jabatan, pengaruh, maupun kekayaan tetap
            terbuka lebar. Jadi, persamaan hak dalam suatu sistem hierarki pada orang
            Bugis sekaligus merupakan bibit instabilitas, bahkan kadang-kadang
            merupakan benih konflik. Tidak mengherankan jika upaya mencari
            peruntungan untuk mengubah nasib, mendorong banyak orang Bugis
            berspekulasi dengan cara merantau ke seberang lautan. Seorang perantau
            akan merasa malu bila dia tidak bisa pulang untuk memperlihatkan bukti
            keberhasilannya di rantau, kadangkala sampai bertahun-tahun tidak
            mudik hanya untuk “mengejar” kekayaan. Di dalam konteks mencari
            kekayaan ini pun  siri’ juga dipertaruhkan.
                Berbeda dengan ketiga unsur sebelumnya yang bersifat ambigu, unsur
            to- panrita sebaliknya hanya dapat dipandang dari satu sisi saja. To- panrita
            merupakan orang yang menguasai seluk beluk agama, bijaksana, saleh
            dan jujur. Prototipe to- panrita pra-Islam adalah  We Tenriabeng, saudara
            kembar (perempuan)  Sawerigading yang merupakan seorang bissu ,
                                                                        14
            menikah dengan mahluk halus dan naik ke langit untuk tinggal bersama
            suaminya. Menarik disimak bahwa dalam tradisi lisan to- panrita sebagian
            besar adalah perempuan, hanya sedikit laki-laki. Bila to- panrita tersebut
            laki-laki, biasanya mereka digambarkan sebagai seorang yang lanjut usia,
            orang yang telah meninggalkan semua perbuatan buruk yang mungkin
            mereka lakukan di masa muda.
                Kronik  Wajo menggambarkan bagaimana  La Taddampare’, yang
            kelak dikenal sebagai  Puang ri Ma’galatung,  Arung Matoa  Wajo yang
            harus meninggalkan tanah Bone akibat perilaku buruknya. Dalam
            konteks Islam dewasa ini, perubahan  tau llao sala (orang lontang-lantung
            tanpa tujuan) menjadi to- panrita mungkin ditandai dengan keputusan
            menunaikan ibadah haji ke  Mekkah sambil memperdalam pengetahuan
            agama. Dengan demikian, Islam telah menyumbangkan warna baru
            terhadap prototipe yang ada dengan memperkuat aspek-aspek etika serta

            14. Bissu adalah dukun yang menjadi “penghubung” masyarakat tradisional dengan
               kekuatan supranatural.


           84                     Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
   106   107   108   109   110   111   112   113   114   115   116