Page 109 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 109
Prototipe utama to- warani (orang berani) bisa kita lihat pada diri
Sawerigading dan La Galigo sebagai dua sisi dari sekeping mata uang
13
yang mewakili bangsawan Bugis masa lampau. Pada suatu ketika, mereka
berperang demi kehormatan diri untuk menegakkan keadilan atau guna
melindungi para pengikutnya. Di lain waktu, mereka mengobarkan
perang hanya karena mereka memang gemar berperang atau untuk
memuaskan ambisi, ketamakan dan pamrih pribadi. Tradisi lisan to- warani
versi modern pun mengikuti tradisi yang sama. Kualitas keberanian tidak
hanya dilihat dari segi kejiwaan atau tingkah laku, tetapi juga dikaitkan
dengan kepemilikan kelebihan khusus. Salah satu diantaranya adalah
memiliki ilmu gaib yang disebut pakeang woroane’ (pakaian laki-laki),
yang membuat orang menjadi kebal (kebbeng) dan agresif. Juga memiliki
senjata berkekuatan gaib. Tokoh cerita dalam tradisi lisan modern tidak
memiliki alasan bertarung selain untuk membuktikan keunggulan atas
“juara lain”.
Adapun to-acca (orang pintar) dapat pula diartikan sebagai seorang
yang “ahli” atau “cerdik”. Dalam tradisi bercerita orang Bugis, unsur
“tokoh penipu” dalam cerita epos tidak begitu menonjol dibandingkan
dengan yang terdapat dalam cerita-cerita lisan. Prototipe tokoh penipu
dan pendusta dalam sastra semacam itu adalah tokoh lapong Pulando (si
kancil/pelanduk cerdik), yang diadopsi dari cerita tradisional Melayu.
Pulando kemudian diintegrasikan ke dalam tradisi lokal sedemikian
rupa sehingga menghasilkan istilah ma’pulando’ (berkelakuan seperti
kancil) yang suka menipu. Tokoh to acca lainnya termasuk tokoh fiktif
yang dikaitkan dengan kerajaan tertentu, seperti La Pudaka di Wajo, La
Mellong di Bone dan La Sallomo di Sidenreng yang terispirasi oleh tokoh-
tokoh sejarah Bugis nyata.
Cara penggarapan tingkah laku tokoh-tokoh cerita yang mencapai
kekuasaan dan kekayaan dengan cara-cara tidak jujur, menipu, berbohong
13. La Galigo adalah naskah bersyair yang ditulis dalam bahasa Bugis kuno dengan gaya
bahasa sastra tinggi, merupakan salah satu epos terbesar di dunia, lebih panjang dari
epos Mahabarata. Setidaknya dari 113 naskah yang berhasil dikumpulkan R. A. Kern
pada 1931 dan 1954 terdiri atas 31.500 hal.
82 Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang