Page 113 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 113
Hubungan antara keluarga yang satu dengan lainnya, wilayah yang
satu dengan lainnya, serta kelompok patron-klien yang satu dengan
lainnya, pada dasarnya adalah hubungan antara individu yang satu
dengan individu lainnya. Setiap individu sekaligus merupakan anggota
dari berbagai lapisan kelompok tersebut. Oleh karena itu interaksi antar
kelompok, dengan sendirinya juga merupakan interaksi antar individu,
tidak terlalu diatur oleh suatu standar moral universal, akan tetapi lebih
banyak ditentukan oleh semacam aturan main atau lebih tepatnya oleh
suatu aturan yang menyerupai pola interaksi antar negara (dimana
kepentingan nasional/lebih besar, lebih dipentingkan dari tuntutan
moral).
Di dalam konteks seperti ini, tujuan utama seorang individu adalah
mencapai prestasi pribadi, sekaligus ikut memberi kontribusi terhadap
keberhasilan kelompok di mana ia menjadi anggota. Hal tersebut dapat
diwujudkan dengan mengikuti aturan main yang membuka peluang
terjadinya persaingan ketat, tanpa harus tergelincir kedalam anarki atau
tanpa harus membahayakan kehidupan masyarakat secara luas. Dalam
kerangka seperti itu, sifat baik seseorang bukan lagi menjadi suatu hal
yang mutlak ada, akan tetapi sekedar sebagai alat untuk mencapai tujuan
yang dikendaki.
Demikianlah, orang Bugis memiliki sistem hirarkis yang sangat
rumit dan kaku, namun pada sisi lain prestise dan hasrat berkompetisi
untuk mencapai kedudukan sosial tinggi, baik melalui jabatan maupun
kekayaan, tampaknya tetap menjadi faktor pendorong utama yang
menggerakkan roda kehidupan sosial-kemasyarakatan mereka. Ciri khas
yang berlawanan (ambigu) itulah yang membuat orang Bugis memiliki
mobilitas sangat tinggi serta memungkinkan mereka menjadi perantau
ulung. Kemampuan mereka untuk berubah dan menyesuaikan diri
merupakan modal terbesar yang memungkinkan mereka dapat bertahan
dimanapun selama berabad-abad. Bahkan, ketika mereka harus terus
menyesuaikan diri dengan keadaan sekitarnya, orang Bugis ternyata
mampu mempertahankan identitas “keBugisan” mereka.
86 Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang