Page 123 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 123

Meskipun sejumlah ponggawa mengeluhkan besarnya biaya
            pemeliharaan (maintenance) jaringannya, namun para ponggawa biasanya
            tidak kuasa untuk menolak permintaan bantuan dari anggotanya.
            Seorang ponggawa setidaknya harus mengalokasikan dana lebih dari
            Rp 100 juta setiap bulannya hanya untuk membantu biaya berbagai
            keperluan hidup anggotanya yang jumlahnya tidak lebih dari 50 orang.
            Alokasi dana yang harus disediakan akan berlipat jika ada anggotanya
            yang mengalami gagal panen, tambaknya mengalami kerusakan dan
            juga akibat desakan klien yang berharap mendapatkan bantuan untuk
            membangun area tambak baru. Akomodasi bantuan yang diberikan
            tidak hanya dilakukan untuk menarik simpati anggotanya, sehingga
            semakin menghormati dan mematuhinya. Melainkan juga menjaga sikap
            ketergantungan dalam hubungan yang terjalin sehingga memberikan
            jaminan kepastian pasokan raw material. Seorang ponggawa biasanya akan
            merasa malu bila anggotanya berpindah pada ponggawa lain, karena ia
            tidak mampu menolong kebutuhan anggotanya yang sedang mengalami
            kesulitan. Oleh karena hal itu dapat menurunkan prestige dan nama
            baiknya di mata anggota jaringan dan ponggawa yang lain.
                Selanjutnya para ponggawa akan berusaha membangun hegemoni
            kulturalnya melalui jaringan patronase yang dimilikinya untuk menopang
            kegiatan usaha pertambakan yang sarat dengan persaingan dan
            ketidakpastian. Para ponggawa berusaha membangun citranya dengan
            berbagai cara, terutama berlaku sebagai seorang patron yang dermawan
            dan ringan tangan, bahkan tidak sedikit yang suka “mempertontonkan”
            keunggulan kapitalnya pada khalayak. Dalam perkembangannya
            muncul fungsi serupa dalam kepemimpinan dan berbagai kegiatan
            sosial keagamaan yang diperankan oleh “orang saleh” yang saat ini tidak
            hanya bisa diperankan oleh tokoh-tokoh agama lokal (imam masjid/
            penghulu/ulama). Melainkan juga mulai diperankan oleh tokoh-tokoh
            masyarakat dengan kemapanan ekonomi tertentu (seperti; ponggawa).
            Tentu pengakuan sebagai “orang saleh” secara sosio-religiositas juga
            dimaksudkan untuk memperoleh dukungan atas keberlangsungan
            kepemimpinan seorang ponggawa. Dengan demikian, transformasi



           96                     Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
   118   119   120   121   122   123   124   125   126   127   128