Page 128 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 128

Menurut  PKSPL-IPB (2002) pembukaan lahan hutan mangrove
             (lokasi) untuk pertambakan tradisional di kawasan Delta Mahakam
             biasanya dimulai dengan penebangan pohon. Terutama di sepanjang
             tempat yang akan dibangun tanggul tambak, selanjutnya dilakukan
             proses pemusnahan dengan mematikan pohon yang berada dalam tiap
             petak. Saat ini pembukaan lahan telah menggunakan teknologi alat
             berat seperti excavator, akibatnya laju konversi lahan hutan mangrove
             menjadi areal tambak meningkat dengan cepat. Umumnya para
             petambak menyadari bahwa tanah yang mewadahi air tambak di dalam
             kawasan rawa-rawa bersifat asam, sehingga mereka sering menaburkan
             bubuk kapur ke dalam petak-petak tambak. Prosedur pengisian tambak
             biasanya mempertimbangkan salinitas, keasaman, suhu dan kandungan
             mikroorganisme air tambak yang ada dalam air laut yang akan dimasukkan
             ke dalam tambak.
                 Kawasan Delta Mahakam umumnya memiliki salinitas rendah,
             terutama di 2/3 kawasan sebelah hulu karena kuatnya pengaruh air
             tawar DAS Mahakam. Hanya 1/3 kawasan di sebelah hilir (muara-muara
             sungai) yang memiliki salinitas memenuhi syarat (15-25 ppt). Lahan yang
             cocok untuk tambak adalah lahan pasang surut yang memiliki salinitas
             moderat (15-25 ppt) yaitu zona atau daerah yang terdapat kira-kira
             setengah bagian dari delta mulai dari arah muara ke hulu delta. Oleh
             karena batas salinitas minimum setengah dari hulu delta, maka hanya
             sebesar 15 ppt yang merupakan batas maksimum pengembangan lahan
             usaha tambak. Untuk daerah bagian hulu delta dengan salinitas di
             bawah 15 ppt tidak layak dikembangkan sebagai lahan budidaya tambak,
             karena merupakan zona vegetasi fresh water mangrove dan hutan rawa
             air tawar yang umumnya dipadati dengan zona vegetasi nipah. Namun
             demikian, seiring dengan semakin langkanya “lokasi” yang bisa dikonversi
             menjadi area tambak-tambak baru, telah memaksa sejumlah ponggawa
             dan petambak mengkonversi kawasan bagian hulu delta yang secara
             profesional tidak layak untuk kegiatan pertambakan udang.
                 Selain itu, parameter utama yang diperhatikan dalam pengembangan
             tambak adalah kualitas tanah dan air. Parameter kualitas tanah yang



             Migran Bugis dan “Pertambakan Ilegal”                        101
   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133