Page 125 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 125
fenomena pengelompokan orang Bugis yang cenderung membentuk
kelompok berdasarkan daerah asal masing-masing (yang sering kali saling
berhubungan), dimana orang Bugis Wajo sangat jarang berbaur satu sama
lain dengan orang Bugis Bone.
Sebuah alasan penting bagi bertahannya keberhasilan kegiatan
industri perikanan orang Bugis di pantai Timur Kalimantan tampaknya
berkaitan dengan pemanfaatan waktu (timing). Setelah mendapatkan
kesempatan pengembangan usaha disektor perikanan budidaya pasca
pelarangan trawl di awal 1980-an, para nelayan imigran Bugis menjadi
komunitas yang mendapatkan kesempatan pertama dalam pengembangan
pertambakan di sekitar kawasan Delta Mahakam dan kelak merambah
hingga pulau-pulau dalam kawasan Delta Mahakam. Menariknya, setelah
program pertambakan yang pada awalnya didukung pemerintah tersebut
berkembang pesat, pada periode selanjutnya kegiatan pertambakan
di kawasan kaya migas tersebut dianggap otoritas berwenang sebagai
kegiatan ilegal. Namun demikian, orang-orang Bugis sepertinya sukar
digeser, meskipun telah dihalau dari dalam area KBK dengan penerapan
berbagai peraturan-peraturan yang menekan.
Pertama, yang berhasil dimainkan orang Bugis atas momentum
tersebut adalah, menguasai “tanah-tanah negara” sebagai alat produksi
yang menjadi kunci beroperasinya kegiatan usaha disektor pertambakan.
Kedua, dengan bantuan perusahaan-perusahaan perikanan ekspor yang
beroperasi disekitar kawasan Delta Mahakam, sebagian dari petambak yang
telah berhasil “naik kelas” menjadi ponggawa, mendapatkan kesempatan
untuk “bermitra”, melakukan akumulasi kapital dan penguasaan atas
“tanah-tanah negara” yang masih tersisa. Sekaligus membangun industri
perikanan dalam kesempatan pertama. Ketiga, dengan penguasaan atas
sumberdaya yang sangat strategis tersebut, para ponggawa memanfaatkan
komponen budaya lokal (patronase) untuk dapat menggerakkan kegiatan
usaha disektor pertambakan dengan lebih efisien. Keempat, keberhasilan
mereka dalam mengembangkan jaringan perdagangan yang terkoneksi
dengan pasar regional dan internasional. Kelima, memberikan apresiasi
tinggi terhadap nilai usaha dan hidup yang bersahaja, “dipameang pai dalle,
98 Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang