Page 174 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 174

sosial yang murni terisolir, melainkan terintegrasi ke dalam sistem
             sosial yang lebih luas yaitu sistem nasional dan global. Jika merujuk
             pada gagasan Wallerstein tentang struktur “pusat – semi-pinggiran –
             pinggiran, maka sistem ekonomi kapitalisme di Indonesia adalah negara
             pinggiran, sedangkan negara-negara industri maju seperti  Eropa Barat,
             Amerika Utara, Australia dan  Jepang adalah negara yang memiliki status
             pusat dan diantara keduanya tampil negara-negara industri baru, seperti
             Korea Selatan,  Taiwan dan  Singapura sebagai semi-pinggiran. Teori ini
             beranggapan bahwa dalam konteks sistem kapitalis dunia, negara miskin
             dapat disamakan dengan orang miskin yang tidak memiliki alat-alat
             produksi, sehingga betapapun mereka bekerja keras, struktur ekonomi
             dunia tidak memungkinkan mereka berkembang beriring dengan negara
             maju ( Budiman, 2006).
                 Di dalamnya perkembangan ekonomi Indonesia tidak dapat
             dipisahkan dari perkembangan ekonomi negara-negara semi-pinggiran
             dan pusat yang telah lebih dulu maju, sebagai konsekuensi terintegrasinya
             ekonomi nasional ke dalam sistem kapitalisme global. Dimana
             penguasaannya, menurut  Budiman (1996) tidak harus dalam bentuk
             pengendalian secara ketat, tetapi cukup dengan sistem upeti sebagai tanda
             takluk dan ataupun sejauh mana negara pusat (“kerajaan dunia”) tersebut
             bisa menguasai secara politis negara dimaksud. Meskipun demikian,
             secara riil berbeda dengan kelangsungan industri tekstil di Indonesia
             yang diasumsikan  Sitorus (1999) terkait dengan kelangsungan industri
             tekstil di negara-negara semi-pinggiran dan pusat, industri perikanan
             di Indonesia praktis tidak terkait secara langsung dan total dengan
             kelangsungan industri perikanan di negara semi-pinggiran dan pusat.
                 Hal ini tidak terlepas dari adanya kepastian pasokan material raw
             berupa produk  udang windu yang tidak membutuhkan pengolahan
             dengan teknologi tingkat tinggi, karena sebagian besar hanya diolah
             sebagai udang beku. Selain tidak banyak produsen di negara lain
             (semi-pinggiran ataupun pusat) yang bisa memproduksi  udang windu
             yang hanya hidup di daerah tropis. Realitas tersebut, sekaligus ingin
             menegaskan bahwa pola konsumsi terhadap produk tertentu, seperti



             Siasat Menguras Sumberdaya Perikanan                         147
   169   170   171   172   173   174   175   176   177   178   179