Page 169 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 169
mereka yang terbungkus kepentingan pragmatis. Pemahaman seperti
itu terus direproduksi secara berulang, sepanjang dianggap “aman dan
menguntungkan” mereka yang bertransaksi, sebagai bentuk pensiasatan
atas ketidakpastian penyelenggaraan hukum atas tanah-tanah negara
yang sangat potensial ini. Meskipun menurut peraturan perundangan,
pemanfaatan kawasan hutan tanpa izin dari instansi yang berwenang
dapat dikategorikan sebagai perambah hutan.
Hasil penelitian Lenggono (2004), bahkan mengungkap terjadinya
koalisi kepentingan antara aparatur pemerintahan di aras lokal dengan
para ponggawa yang memiliki pengaruh sosial-ekonomi kuat dalam
penguasaan tanah-tanah negara di Desa Muara Pantuan. Peristiwa
pelepasan tanah-tanah negara secara massal oleh kepala desa dalam
kurun waktu 1991 – 1999 ini, telah menyebabkan terjadinya akumulasi
penguasaan tanah-tanah negara pada pihak-pihak tertentu yang memiliki
modal dan pengaruh kuat (khususnya pada para ponggawa). Kebijakan
lokal tersebut, muncul seiring dengan semakin besarnya kebutuhan
lokasi-lokasi baru bagi perluasan tambak, sehingga memaksa otoritas
lokal mensiasatinya dengan membuat “regulasi instan” atas penguasaan
area hutan mangrove yang saat itu masih belum memiliki nilai intrinsik.
Salah satunya dengan memberikan “konsesi” penguasaan sejumlah pulau
dalam kawasan Delta Mahakam pada pihak-pihak tertentu dengan
sejumlah kompensasi. Para pemilik “konsesi”, selanjutnya memiliki hak
prerogatif dalam mengatur dan mengendalikan pulau/kawasan tertentu,
bahkan memiliki otoritas dalam pelepasan hak penguasaan lokasi untuk
area pertambakan pada orang lain (lihat Tabel 5.6).
Pembagian kuasa secara sepihak oleh oknum kepala desa, tidak
hanya menyebabkan terjadinya akumulasi penguasaan area hutan
mangrove untuk lokasi pertambakan pada pihak-pihak tertentu, namun
secara tidak langsung telah ikut mengokohkan posisi para ponggawa
sebagai “tuan tanah”. Kemampuan penetrasi kapital mereka, bahkan
mampu mengakuisisi lokasi-lokasi baru diluar “konsesinya”, sehingga
beberapa diantaranya menguasai hamparan tambak hingga ribuan hektar.
Haji Maming dan Haji Halim adalah beberapa ponggawa senior yang
142 Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang