Page 180 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 180

“mengamankan” kebijakan Pemerintah Pusat, sekaligus mendukung
               Program Udang Nasional. Kondisi tersebut mendukung pernyataan  Mac
             Andrew (1986), yang menyebut kebijakan pertanahan di Indonesia sejak
             tahun 1980-an lebih ditujukan untuk memecahkan persoalan pertanahan
             yang menghambat pelaksanaan pembangunan. Meskipun kebijakan
             pelarangan  trawl yang diterapkan pemerintah, ternyata juga tidak dapat
             dilaksanakan secara efektif karena operasi kapal  trawl masih tetap berjalan
             hingga saat ini, bersaing dengan nelayan-nelayan tangkap tradisional
             (kecil), akibat lemahnya pengawasan dari pihak-pihak terkait.
                 Kondisi ini pada gilirannya akan semakin mempercepat pengurasan
             sumberdaya perikanan ( over fishing) di sekitar kawasan Delta Mahakam,
             yang selanjutnya akan memaksa nelayan-nelayan lokal yang tidak mampu
             bersaing dengan nelayan-nelayan yang lebih modern untuk beralih profesi
             sebagai petambak atau setidaknya berprofesi rangkap sebagai petambak
             sekaligus nelayan tradisional untuk bisa tetap survive. Sebagian diantara
             mereka berhasil membudidayakan bibit udang yang diperoleh dari alam
             di dalam empang yang dibuat dengan sangat sederhana, sehingga menarik
             minat migran Bugis lainnya untuk ikut mencoba peruntungan.
                 Sementara perusahaan cold storage melalui para ponggawa yang
             sangat membutuhkan pasokan hasil perikanan yang berkelanjutan dan
             lebih banyak, mulai mengucurkan bantuan finansial pada para petambak
             tersebut untuk menjamin pasokan bahan baku udang segar. Pentingnya
             nilai ekonomis hutan mangrove bagi peningkatan produksi perikanan
             perusahaan-perusahaan cold storage, telah menempatkan para ponggawa
             memiliki nilai strategis dalam hubungan kerjasama yang terjalin, karena
             memiliki akses langsung dalam penguasaan sumberdaya agraria.
                 Kepentingan yang sama, telah menjadikan para ponggawa yang
             memiliki kedekatan dengan penguasa lokal, sekaligus dengan perusahaan
             eksportir, mampu mendapatkan dana segar untuk melakukan kegiatan
             ekspansi bagi perluasan tambak-tambak mereka. Sebagian ponggawa
             tersebut bahkan dengan mudah mendapatkan konsensi atas sejumlah area
             hutan mangrove yang sangat luas, yang pada saatnya akan didistribusikan
             pada para klien mereka untuk menjamin pasokan produksi. Dengan



             Tercerabut Atau Terakumulasi                                 153
   175   176   177   178   179   180   181   182   183   184   185