Page 181 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 181
menggunakan hegemoni budaya dan sumberdaya yang dimilikinya para
ponggawa semakin memperkokoh posisinya sebagai patron yang mampu
mengontrol hasil produksi tambak yang sangat luas. Kelak akumulasi
penguasaan alat produksi (lahan tambak) ini akan menjadi penjelas,
mengapa perusahaan eksportir tidak mampu bersaing dengan para
punggawa lokal.
Sejak 1990-an, para ponggawa bahkan mulai menggunakan excavator,
menggantikan tenaga manual dalam pembukaan tambak. Pembukaan
hutan mangrove secara besar-besaran untuk kegiatan pertambakan
mencapai puncaknya ketika terjadi krisis ekonomi regional pada 1997-
1998, dipicu oleh tingginya nilai tukar dolar terhadap rupiah sehingga
terjadi “ boom udang”. Kondisi ini memicu terjadinya “ledakan penduduk”
di kawasan Delta Mahakam oleh para pendatang yang ingin mencoba
peruntungan di sektor perikanan budidaya. Akibatnya konversi hutan
mangrove untuk kegiatan pertambakan mulai tidak terkendali, sementara
semakin minimnya hutan mangrove yang dapat dikonversi menjadi
tambak-tambak baru telah menyebabkan banyak area perkebunan kelapa
dan pertanian produktif yang kemudian dialih-fungsikan manjadi area
pertambakan.
Pertambakan – Tahun Pembukaan
MiGas
Cold Storage Pembukaan Lahan Tambak Krismon
14%
12%
10%
8% Masuk Ekskavator
6% Trawl Dilarang
4% Arus Pendatang
2%
0%
1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002
11% 34% 54%
6 has 9 has 9 has
Gambar 6.1 Sejarah Pertambakan di Delta Mahakam
Sumber: Bourgeois et al, 2002
154 Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang