Page 185 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 185
spontan petani kecil yang termotivasi informasi mengenai besarnya
keuntungan coklat dari hubungan perdagangan langsung ke Sabah
Malaysia. Menurut Ruf (1991), peran utama yang berhasil dimainkan
orang Bugis dalam boom coklat karena mereka memiliki jaringan informasi
penanaman dan perdagangan coklat, sehingga mampu menangani sendiri
seluruh tahapan pemasaran produksi.
Fenomena seperti itu pun dijumpai dalam kegiatan pertambakan di
kawasan Delta Mahakam, sikap oportunis dan pragmatis ditunjukkan
oleh para migran Bugis yang datang dari berbagai daerah di Sulawesi
Selatan maupun mereka yang telah menetap di sepanjang pantai timur
Kalimantan. Mereka berbondong-bondong datang ke kawasan Delta
Mahakam pasca pelarangan trawl – pemberian “kompensasi” pembukaan
area hutan mangrove untuk kegiatan pertambakan. Umumnya mereka
berasal dari Wajo, Bone, Pangkep dan Makassar, tidak sedekit diantara
mereka adalah migran Bugis yang sebelumnya telah menetap di pantai
timur Kalimantan, seperti Samarinda, Talake-Paser, Balikpapan, Samboja,
Muara Jawa, Anggana, Muara Badak, Marang Kayu dan Bontang.
Menariknya dalam dasawarsa terakhir, migrasi keluar dari tanah Bugis
ataupun perpindahan orang Bugis dari satu pemukiman ke pemukiman
lainnya untuk mencari penghidupan yang lebih baik, banyak dilakukan
dalam kelompok-kelompok keluarga/kekarabatan dengan dipimpin
seseorang yang dituakan. Seperti yang dilakukan banyak migran Bugis
yang datang di kawasan Delta Mahakam dalam tiga dasawarsa terakhir,
meskipun ada pula migran yang datang secara perorangan.
Berbeda dengan migran Bugis berorientasi perdagangan yang
cenderung tidak terlibat secara langsung dengan komoditas yang
mereka perdagangkan, migran Bugis berorintasi tanaman keras
( kopra) – pertanian ( beras) mulai berbagi peran, sejumlah migran
mulai mengkhususkan diri untuk melakukan kegiatan usaha budidaya
tanaman keras/pertanian sawah dan selanjutnya membatasi aktivitas
mereka dengan hanya memetik kelapa dan membuat kopra/bertani padi
sawah dan memproduksi beras. Sementara sejumlah migran lainnya
yang berpengalaman dalam kegiatan perdagangan (biasanya pemilik
158 Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang