Page 182 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 182

Dari Gambar 6.1 dapat dilihat bahwa sejarah kegiatan pertambakan
             di kawasan Delta Mahakam ternyata mengalami pertumbuhan yang
             berfluktuasi, namun secara aktual dapat dipastikan bahwa pertumbuhan
             kegiatan pertambakan akan selalu mengalami lonjakan ketika terjadi
             momentum penting terkait dengan faktor eksternal. Momentum penting
             pertama adalah terjadinya pelarangan  trawl pada 1981, yang membuka
             peluang bagi terjadinya pembukaan area pertambakan oleh para nelayan
             di sekitar kawasan Delta Mahakam.
                 Momentum kedua adalah mulai dilakukannya mekanisasi dalam
             pembuatan hamparan tambak-tambak baru menjelang tahun 1990,
             dengan memanfaatkan excavator. Dan ketiga, merupakan momentum
             terpenting atas terjadinya degradasi hutan mangrove di kawasan Delta
             Mahakam, ketika masyarakat pendatang dari berbagai kalangan membuka
             tambak-tambak baru secara massal dan massive, akibat “terprovokasi”
             harga udang yang melesat naik saat terjadi krisis moneter pada 1997/1998.
             Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa tempo pembukaan hutan
             mangrove untuk kegiatan pertambakan pun, cenderung mengalami
             peningkatan dari tahun ke tahun.
                 Proses kapitalisasi dalam kegiatan pertambakan selanjutnya memicu
             terjadinya arus migrasi dari etnik Bugis, Makassar dan Jawa ke desa-
             desa yang berada di pulau-pulau dalam Kawasan Delta Mahakam.
             Dipekerjakan oleh para petambak ataupun ponggawa untuk menjaga
             empang-empang yang yang tidak lagi bisa mereka kelola sendiri karena
             luasnya tambak yang mereka miliki. Selain membuka kesempatan kerja
             bagi buruh tambak, untuk membangun tambak-tambak baru ataupun
             memperbaiki konstruksi tambak secara tradisional. Pemusatan penguasaan
             area pertambakan, selain menciptakan jurang kesenjangan diantara para
             penjaga empang – petambak – ponggawa, juga mendorong dilakukannnya
             ekspansi perluasan area tambak dengan cara meminjamkan modal usaha
             pada patron-nya masing-maisng untuk membuka hutan mangrove yang
             mereka kuasai. Hal inilah yang melanggengkan pola hubungan pemimpin-
             pengikut ( patron-clients), yang masih dipertahankan oleh sebagian
             wiraswasta Bugis dalam kegiatan sosio-ekonomi pertambakan. Ironisnya



             Tercerabut Atau Terakumulasi                                 155
   177   178   179   180   181   182   183   184   185   186   187