Page 55 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 55
3.1 PEMBERADABAN DELTA MAHAKAM
Keberadaan permukiman di sekitar Kawasan Delta Mahakam,
diduga telah ada jauh sebelum pemerintahan Kolonial Hindia Belanda
menaklukkan Kerajaan Kutai Kartanegara, pasca Penandatanganan
perjanjian 11 Oktober 1844. Hal tersebut dapat ditelusuri dari sejarah
keberadaan Kerajaan Kutai Kartanegara yang pada awalnya berpusat di
Muara Sungai Mahakam, tepatnya di Kampung Jahitan Layar.
Kerajaan Kutai Kartanegara diperkirakan didirikan pada 1300-an
oleh Aji Bhatara Agung Dewa Sakti, karabat dekat Kerajaan Singosari
( Raja Kartanegara) yang menjadi salah seorang pemimpin ekspedisi
Pamalayu. Ia beserta sebagian armada laut yang dipimpinnya terpisah
dengan armada besar Singosari lainnya, karena kerusakan layar kapal
dalam perjalanan. Rombongan tersebut akhirnya singgah di Muara
Sungai Mahakam untuk memperbaiki kerusakan layar kapal yang mereka
tumpangi, namun dalam perjalannya sebagian di antara mereka ada yang
memilih menetap bersama Aji Bhatara Agung Dewa Sakti di tempat yang
kemudian diberi nama Jaitan Layar. Karenanya Enci Muhammad Tayib
(sejarahwan setempat), menyebut Jaitan Layar sebagai kolonisasi orang-
orang Jawa, berbeda dengan tiga perkampungan lainnya di sekitar Muara
Sungai Mahakam (Hulu Dusun, Binalu dan Sambaran) yang didiami suku
pribumi. Aji Bhatara Agung Dewa Sakti kemudian menikahi Putri Karang
Melenu anak dari Kepala Kampung Hulu Dusun yang menurut cerita
masyarakat Kutai lahir dari buih air Sungai Mahakam ( Adham, 1979).
Secara de jure pertumbuhan Kerajaan Kutai Kartanegara selalu
berada di bawah kekuasaan kerajaan lain, untuk pertama kalinya kerajaan
ini di bawah pengaruh Kerajaan Majapahit sampai dengan mundurnya
kekuasaan negara itu pada akhir abad-15 ( Amin, 1975). Kekuasaan
Imperium Majapahit atas Kerajaan Kutai Kartanegara selanjutnya
berangsur berakhir seiring keberhasilan pemberontakan yang dilakukan
kerajaan-kerajaan pesisir secara sporadis pasca masuknya Islam di
Nusantara. Penguasaan atas Kerajaan Kutai Kartanegara kemudian jatuh
pada Kerajaan Banjar di bawah Pangeran Samudra. Dengan bala bantuan
28 Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang