Page 57 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 57

Banyaknya kerajaan-kerajaan di pantai timur Kalimantan sampai
            pertengahan abad-19, menurut  Magenda (1991) rentan terhadap
            kegiatan eksploitasi dan pembajakan yang umumnya terjadi di  Selat
            Makassar selama periode itu. Kondisi ini dapat berlangsung lama, sebagai
            akibat watak kerajaan Mulawarman dan  Kesultanan Kutai, yang lebih
            menyerupai sebagai organisasi ekonomi ketimbang organisasi politik,
            sehingga memungkinkan komunitas pembajak dan perampok bisa leluasa
            merajalela. Sampai pada pemisahan pendudukan antara  Inggris dan
              Belanda di Kalimantan pada tahun 1892 dan kesepakatan antara  Inggris
            dan  Spanyol pada tahun 1878, berkenaan dengan pendudukan atas pulau-
            pulau di Sulu dan bagian utara Kalimantan. Jalur selat Makassar masih
            dipenuhi bajak-bajak laut,  tausuk dari  Jolo dan Sulu yang mendominasi
            jalur tersebut sampai  Spanyol dapat memberantasnya. Menurut  Magenda
            situasinya mirip dengan selat Malaka sebelum pendudukan  Inggris di
             Singapura.
                Seorang pedagang  Singapura bernama  Dalton, mengisahkan saat
            dirinya pada 1827 berlayar dari  Singapura ke  Samarinda bersama satu
            armada  Melayu Kutai dan perahu Bugis, bahwa “Bahaya besar muncul
            dari banyaknya perompak yang bermarkas di berbagai pulau di sekitar
            sini.... khususnya di  Pulau Lingga.... yang menjadikan perahu Bugis dan
            Melayu sebagai sasaran kegemaran mereka” ( Pelras, 2006). Sementara
              Zwager yang ditugaskan Pemerintah  Hindia  Belanda untuk menyelidiki
              Kesultanan Kutai dan pesisir timur Kalimantan pada 1853 juga mencatat
            bahwa “Perahu-perahu dagang hanya dapat sampai ke pedalaman (Sungai
            Mahakam) dengan agak aman, kalau dilengkapi dengan peralatan perang.
            Tanpa perlengkapan itu, mereka hanya akan menjadi mangsa perampokan
            dan perampasan yang tidak hanya dilakukan oleh suku-suku Dayak,
            tetapi juga oleh orang-orang Kutai yang secara sembunyi-sembunyi
            dihasut oleh tetua-tetuanya untuk melakukan kejahatan tersebut”.
            Zweger setidaknya mencatat, kekuatan bajak laut yang beroperasi di
            sekitar perairan Tanjung Silat hingga Sungai Mahakam mencapai 40 –
            50 perahu yang ditempatkan di beberapa tempat strategis.





           30                     Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61   62