Page 61 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 61
Pasca “Perjanjian Bongaja” pada 1667, sebagian
orang Bugis Wajo pro Kerajaan Gowa yang tidak
mau tunduk pada pendudukan Aru Palakka tetap
melakukan perlawanan terhadap Belanda. Banyak
diantara mereka yang bermigrasi ke pantai timur
Kalimantan (di sekitar Pulau laut, Kalsel dan Taleke,
Pasir). Generasi kedua/ketiga migran Bugis dari
Taleke inilah yang diduga menetap pertama kali di
Pamangkaran, karena pendudukan Belanda atas
Paser dan ingin meningkatkan status sosial di tempat
baru
Mereka selajutnya berinteraksi dengan pedagang
Bugis dari Pangkajene dan suku Bajo yang
sebelumnya telah menguasai titik-titik perdagangan
di Selat Makassar.
Aktifitas ekonomi utama masyarakat sebagian besar
bersandar pada kegiatan perikanan tangkap dan
hanya sebagian kecil kawasan mangrove yang dialih
fungsikan untuk kegiatan perkebunan kelapa.
Di duga kawasan ini memiliki sumber-sumber mata
air (payau) yang bisa dikonsumsi, sehingga menjadi
salah satu daya tarik bagi para migran yang dingin
menetap.
1901 – Munculnya Menjelang tahun 1902, Shell dengan konsesi yang di
1945 pemukiman- peroleh dari J.H. Menten, maupun Royal Dutch telah
pemukiman menghasilkan minyak dari ladang-ladang di Delta
baru di sekitar Mahakam
kawasan Delta Bataafsche Petroleum Maatschapij (BPM) pada 1909
Mahakam juga berhasil menemukan ladang minyak Samboja
Muara Badak baru mulai terdapat pemukiman
sekitar tahun 1917
Muara Pantuan dan Sungai Patin (Sepatin) mulai
didiami sebelum Perang Dunia II, masyarakatnya
mengolah ikan asin dan udang ebi untuk di jual ke
Samarinda atau dibarter dengan beras, gula dan
kebutuhan lainnya.
Setelah tahun 1925, Salo Palai mulai didiami
imigran dari Sulawesi, sedangkan Saliki mulai
didiami imigran Banjar dan Bugis.
Handil 1 dibuka oleh petani Bugis dan Banjar pada
1934–1935 setelah dibukanya Handil 1 dan 2,
sedangkan Handil 4 sampai 7 dibuka setelah itu,
sementara Handil 8 sepenuhnya dibuka oleh migran
Banjar.
34 Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang