Page 66 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 66
Konversi hutan mangrove untuk kegiatan
pertambakan mulai tidak terkendali, bahkan
banyak area perkebunan kelapa dan pertanian juga
dikonversi manjadi hamparan tambak
Tambak-tambak yang ada kecendrungannya
dibangun dengan hamparan yang sangat luas,
dengan asumsi akan mempermudah pengelolaan dan
meningkatkan produksi
Meskipun sebagian terbesar tambak di Delta
Mahakam berstatus ilegal karena dibangun diatas area
KBK, namun ironisnya pemerintah ( Dephut) sebagai
penguasa kawasan tidak mampu berbuat apa-apa
Ketidakpastian hukum ini, menyebabkan para
petambak tidak memiliki legalitas penguasaan,
hanya mereka yang memiliki modal (punggawa) yang
kemudian mampu mensertfikasi tambak-tambaknya
2003 – ”Tragedi Degradasi ekosistem mangrove, sehingga vegetasi
Skarang Mangrove”: mangrove hanya dapat dijumpai disepanjang 1 – 10
degradasi meter dari bantaran sungai
sumberdaya Produktifitas tambak cenderung menurun
hingga konflik Munculnya berbagai wabah penyakit yang
laten menyerang udang
Bibit alam semakin sulit diperoleh
Banyak tambak menjadi terlantar
Abrasi pantai dan sedimentasi semakin meluas
Pencemaran oleh perusahaan pertambangan,
aktifitas masyarakat dan kegiatan pertambakan
Terjadi krisis air bersih, akibat hilangnya sumber-
sumber mata air payau
Akumulasi keadaan diatas menyebabkan perusahaan
eksportir kesulitan memperoleh pasokan hasil
perikanan, sehingga terjadi pelumpuhan produksi
yang memaksa mereka merelakan terjadinya take
over atas perusahaan tersebut oleh punggawa yang
sebelumnya mendapatkan modal usaha darinya
Masyarakat lokal menjadi lebih apatis, individualis
dan materialistik
Kondisi diatas menguatkan motivasi/harapan oknum
petambak/punggawa untuk mendapatkan ganti rugi
lahan oleh perusahaan migas
Penguasaan lahan semakin tidak jelas
Konflik laten menjadi semakin terbuka
Sumber: Data Primer Diolah, 2011; Lenggono, 2004; dan Bourgeois et al, 2002
Merajut Serpihan Sejarah Agraria Lokal 39