Page 67 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 67

3.2  SEJARAH PENGUASAAN DAN PEMANFAATAN
                SUMBERDAYA AGRARIA

                Berbicara tentang sejarah penguasaan dan pemilikan tanah di
            Kabupaten Kutai Kartanegara, khususnya di kawasan Delta Mahakam,
            tidaklah mungkin memisahkannya dengan keberadaan Kerajaan Kutai
            Kartanegara, yang ketika berkuasa teritorinya hampir meliputi semua
            wilayah administratif Kabupaten Kutai Kartanegara, Kutai Barat, Kutai
            Timur, Kota  Bontang,  Samarinda,  Balikpapan dan sebagian wilayah
              Kabupaten Paser dan  Kabupaten Penajam Paser Utara. Pada masa lalu
            sebelum diberlakukannya  UUD Panji Selaten, diduga hak kuasa kampung
            atas tanah diatur oleh Petinggi Kampung yang bertindak atas nama dirinya
            sendiri selaku tokoh persekutuan hidup untuk mengatur rumah tangga
            persekutuannya secara otonom termasuk dalam pengaturan peruntukan
            tanah. Namun sejak diberlakukannya  UUD Panji Selaten, Petinggi
            Kampung bertindak atas nama kerajaan selaku tokoh masyarakat yang
            mendapatkan legitimasi kerajaan untuk mengatur peruntukan tanah di
            wilayah teritorinya. Artinya sejak saat itu pengertian hak kuasa kampung
            mengalami perubahan yang cukup drastis, karena hanya Sultan-lah yang
            memiliki tampuk kekuasaan mutlak atas tanah di wilayah Kerajaan Kutai
            Kartanegara.
                Meskipun hingga kini masih terjadi kontroversi, sejak kapan
            UUD Panji Salaten dan  UU Beraja Nanti mulai diterapkan di wilayah
              Kesultanan Kutai, karena ada pendapat yang menyebut UUD tersebut
            mulai diterapkan sejak 1635 ketika  Pangeran Sinum Panji Mendapa
            berkuasa ( Amin, 1975; dan  Adham, 1979). Sementara laporan  Zwager
            pada 1853 yang diterjemahkan Prof.  Taufik Abdullah (1985), mencatat
            “hundang-ngundang” yang disusun dalam bahasa Melayu, bercampur
            dengan kata-kata Kutai dan Dayak tersebut, baru diperkenalkan pada
            masa pemeintahan Sultan Anum  Aji Muhammad Muslihuddin (1782-
            1816). Namun yang pasti, UUD Panji Salaten yang terdiri atas 39 pasal,
            serta  UU Beraja Nanti yang mengatur pelaksanaannya (terdiri atas
            164 pasal) menjadikan Kerajaan Kutai Kartanegara ing Martadipura
            sebagai kerajaan yang berkonstitusi, jauh sebelum  Belanda menaklukkan


           40                     Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72