Page 114 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 114

Paku Alaman: Sebuah Pentradisian

               tik ide sintesa antara Belanda dan Indonesia, maka ia menikahi
               seorang wanita Belanda yang bernama Jo Meier. Sampai tahun
               1931 ia terus menyuarakan suaranya lewat Oedaya sebelum
               akhirnya pulang ke Indonesia pada tahun 1932.
                   Satu tahun sebelum pulang, ia sempat menulis karya sastra
                                                                   128
               yang paling mashyur, Wayang Liederen (Dendang Wayang) .
               Bahkan hingga setelah Notosuroto meninggal, Wayang Liede-
               ren ini banyak dibahas dan dikaji oleh pemerhati kebudayaan
               Jawa. Wayang Liederen adalah masterpiece dari Notosuroto,
               di dalamnya termuat pesan moral tentang pembentukan watak
               manusia dengan latar belakang suasana politik saat itu (tahun
               1930-an).
                   Saat Notosuroto kembali ke Indonesia, iklim politik In-
               donesia adalah menolak segala bentuk kerja sama dan kom-
               promi dengan pemerintah kolonial. Sehingga gagasan Notosu-
               roto tentang asosiasi Hindia Belanda dan Belanda dianggap
               usang serta ditolak mayoritas kaum Nasionalis.  Setibanya
                                                          129
               di Indonesia ia ditawari bekerja oleh sepupunya, PA VII seba-
               gai inspektur perusahaan Asuransi Jiwa dan Dana Pensiun
               Belanda. Ia menerima tawaran saudaranya itu, akan tetapi



                mencontohkan nasionalisme adalah sebuah keluarga, dimana seorang
                kepala keluarga tidak perlu mencari permusuhan dengan tetangga. Yang
                dibutuhkan sebuah keluarga adalah cinta. Cinta dalam pandangan
                Notosuroto adalah cinta tanpa menyakiti, rela menderita dan dedikasi tanpa
                disertai rasa permusuhan dan kebencian terhadap bangsa lain.
               128  Ibid. hlm. 115. Wayang Liederen adalah puncak ‘kemenangan’ diri Noto-
                suroto atas keteguhan prinsipnya. Ajaran moral yang dilambangkan dengan
                penggambaran wayang sangat menyentil nurani manusia Jawa yang teguh
                meski ditengah dunia yang hiruk-pikuk dalam kekacauan, Wayang Liederen
                memberi manusia yang mendalaminya tempat berteduh dan menemukan
                kedamaian.

                                                                   91
   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119