Page 112 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 112
Paku Alaman: Sebuah Pentradisian
berisi tentang kerinduan Notosuroto pada masa kecilnya di
Hindia Belanda juga kasih sayang seorang ibu yang amat
dirindukannya. Pater Jonckbloet dalam majalah Katolik
121
Studien mengulas Melati Knoppen hingga duapuluh tiga
halaman. Ia menyatakan Notosuroto adalah seorang dengan
bakat luar biasa sekaligus menyukai keintiman yang mesra
dibandingkan sesuatu yang agung dan megah. Notosuroto
cenderung tidak menyukai kenyataan. 122
Tahun berikutnya Notosuroto kembali menerbitkan
karyanya yang berjudul De Geur van Moedershaarwrong
(Harumnya Sanggul Bunda). Dalam tulisannya ini terdapat
salah satu bab tentang Het Wayangspel (Syair Wayang). Selain
terdapat Het Wayangspel terdapat juga syair ungkapan bela
sungkawa terhadap van Deventer dan kekagumannya terha-
dap Tagore. Di tahun 1917 terbitlah Fluisteringen van den
123
Avondwind (Bisikan Angin Malam), selanjutnya Bloeme
Ketenen (Rangkaian Bunga) tahun 1918, Lotos en Morgen-
dauw (Lotus dan Embun Pagi) tahun 1920.
124
Di Belanda pula ia mengenal dan memahami filosofi tokoh
Timur yang lain yakni Rabindranath Tagore yang sangat
menginspirasi Notosuroto Ia bahkan sangat mengagumi seko-
lah yang dipimpin Tagore, Shanti Niketan. Kekagumannya ia
tuangkan dalam buku yang ditulis pada 1921. Tokoh lain yang
dikaguminya adalah Mahatma Gandhi. Ia sangat setuju dengan
121 Rosa M.T. Kerdjik, op. cit., hlm. 21.
122 Harry A. Poeze, op. cit., hlm. 94.
123 Ibid. hlm 96.
124 Ibid. hlm. 170. Sajak ini ditujukan kepada kedua putra Notosuroto. Sajak
itu berisi sanjungan dan harapan kepada kedua anaknya. Ada juga tentang
hubungan antara ibu dan anak yang saling mengasihi.
89