Page 108 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 108

Paku Alaman: Sebuah Pentradisian

                        113
               Politik Etis  maka pribumi Hindia Belanda baru dapat mendapat
               pengajaran.  Selain pendidikan Barat yang diajarkan tentu saja
               pendidikan Jawa, mengingat latar belakang keluarga bangsawan
               Kadipaten Paku Alaman. Guru-guru diundang untuk memberi
               pengetahuan pada Notosuroto kecil. Ia mempelajari tembang,
               sejarah, legenda, dan cerita wayang. Sebagai bangsawan muda,
               Notosuroto juga diajarkan menari gaya Keraton, berkuda dan
               memanah. Semua itu diharapkan agar Notosuroto kecil tidak
               melupakan adat dan tradisi kejawaannya.
                   Notosuroto menamatkan pelajarannya selama lima tahun
               di HBS (Hogere Burger School) Semarang. Kemudian ia
               bertolak meninggalkan tanah air untuk melanjutkan sekolah
               menengah di Den Haag. Ia kemudian meneruskan sekolah
               dengan mengambil jurusan hukum di Universitas Leiden.
               Notosuroto menjadi orang Hindia Belanda pertama yang me-
               nempuh ujian kandidat sarjana hukum pada Juni 1911. 114
                   Selama di Belanda, Notosuroto cukup akrab dengan dunia
               jurnalistik, ia rajin mengirim artikel masalah Hindia Belanda
               di Nieuwe Rotterdamsche Courant. Notosuroto berpendapat


               113  Ada bermacam-macam tafsiran tentang Politik Etis ini. Pemahaman pa-
                ling sederhana adalah politik balas budi yang dilakukan pemerintah kolonial
                terhadap tanah jajahannya di bidang edukasi, irigasi, dan migrasi. Ada juga
                yang memaknai sebagai kebijakan yang diarahkan untuk meletakkan
                seluruh kepulauan Indonesia di bawah kekuasaan Belanda secara nyata.
                Untuk mengembangkan negeri dan bangsa di wilayah itu, maka diperlukan
                pemerintahan sendiri dengan model barat. Kesadaran moral dan
                pendidikan dipandang perlu untuk ditanamkan kepada penduduk jajahan.
                Harapannya dengan pemberlakuan politik etis, penduduk di tanah jajahan
                bisa mandiri hingga teciptalah kesetaraan dalam bidang kebudayaan dan
                pendidikan. Konsep ini sering diartikan sebagai asosiasi antara dua pihak.
                Harry A. Poeze, op.cit., hlm. 25.
               114  Ibid., hlm. 66.

                                                                   85
   103   104   105   106   107   108   109   110   111   112   113