Page 103 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 103
Keistimewan Yogyakarta
Tetapi hambatan rupanya selalu ada, pada 1 Oktober 1932
pemerintah Belanda mengeluarkan Wilde School Ordonantie
(Ordonansi Sekolah Liar). Ki Hajar Dewantara langsung menen-
tang dengan adanya keputusan ini. Keputusan ini dirasa
merugikan dan membunuh sekolah-sekolah swasta yang
bukan miliki pemerintah saat itu. Pemerintah Hindia Belanda
tidak menggubris keberatan yang diajukan oleh Ki Hajar
Dewantara. Kondisi Taman Siswa saat itu sangat menyedihkan,
banyak guru Taman Siswa yang diteror oleh pemerintah Belan-
da sampai-sampai mereka harus mengadakan kegiatan belajar
mengajar di kandang kambing. 94
Akan tetapi Wilde School Ordonantie hanya berlaku
sampai tanggal 23 Februari 1933 karena Pemerintah Kolonial
mendapat tentangan yang sangat keras dari semua partai poli-
tik dan organisasi rakyat. Gerakan menentang ordonansi baru
terjadi pada kasus Taman Siswa. Sebelumnya belum pernah
ada yang mampu menentang keputusan pemerintah kolo-
nial. Pemerintah tak patah arang dalam usahanya merong-
95
rong Taman Siswa, pada tahun 1935 pemerintah memutuskan
memungut pajak upah (gaji) dari sekolah Taman Siswa. Ki Hajar
menolak karena yang terjadi di Taman Siswa bukanlah hu-
bungan buruh dan majikan akan tetapi anak dan bapak/ibu.
Sehingga tidak dikenal istilah upah yang dikenal adalah nafkah
96
yang ditentukan bersama. Pemerintah Hindia Belanda ter-
paksa mengakui aturan Taman Siswa yang hidup kekeluargaan
94 Sajogo, op.cit., hlm. 217.
95 J.M. Pluvier, ‘Taman Siswa dan Ordonansi Sekolah Liar’, dalam Abdurrachman
Surjomihardjo (ed.), Taman Siswa dalam Perspektif Sejarah dan Perubahan,
(Yogyakarta: Percetakan Taman Siswa, 1990), hlm. 123—124.
96 Sajogo, op.cit., hlm. 225.
80