Page 99 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 99

Keistimewan Yogyakarta
            tak lain adalah seorang Pangeran Paku Alaman, kerabatnya.
            Notosuroto sudah lebih dulu bermukim di Belanda sejak
            1906.  Selanjutnya Soewardi bergabung dengan Perhim-
                 83
            punan Hindia bersama Notosuroto yang sudah dulu berga-
            bung. Sebagai anggota yang aktif dan gemar berorganisasi,
            Soewardi mengikuti hampir seluruh kegiatan Perhimpunan
            Indonesia. Salah satunya adalah menari dan bermain gamelan
            untuk menggalang dana. Soewardi dan Notosuroto termasuk
            penari yang hebat dan digemari khalayak Eropa. Ini sangat
            bertentangan dengan sikap radikal anti pemerintah kelompok
                               84
            Soewardi di tanah air.  Soewardi mau tidak mau mesti bergaul
            dengan bangsa penjajah di Belanda. Lagipula yang dimusuhi
            adalah pemerintah kolonial yang kebetulan bangsa Eropa,
            bukan seluruh orang Eropa.
                 Pada tahun 1916, tepatnya 28–30 Agustus berlangsung
            Kongres Pengajaran Kolonial pertama di Kota Den Haag. Soe-
            wardi terlibat aktif dalam kongres tersebut. Ia memberi banyak
            masukan tentang bagaimana seharusnya pendidikan berjalan
            di tanah kolonial, juga menyoroti masalah penggunaan bahasa
            pengantar dalam pendidikan. Ia menganjurkan dibakukannya
            bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar sekolah pribumi agar
            menimbulkan kesadaran akan kesetiakawanan.  Para peserta
                                                     85
            kongres sependapat dan mendukung ide Soewardi. Aben-
            danon, seorang pendukung utama Ethici kagum akan pemi-
            kiran Soewardi yang sudah sejauh itu.




            83  Rosa M.T. Kerdjik, Wayang Liederen Biografi Politik Budaya Noto Soeroto,
             (Jakarta: Komunitas Bambu, 2002), hlm. 121.
            84  Harry A. Poeze, op. cit. hlm.104 – 105.
            85  Ibid., hlm. 106.

            76
   94   95   96   97   98   99   100   101   102   103   104