Page 94 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 94

Paku Alaman: Sebuah Pentradisian

               segera saja susul-menyusul peristiwa pecahnya SI. Lalu pem-
               bentukan Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) pun terpecah-
               pecah ke dalam kelompok-kelompok. Soerjapranoto dan
               Sukiman mendirikan Partai Islam Indonesia (PII) setelah
                                 73
               ditendang dari PSII.  Inilah sisa-sisa perjuangan menjadikan
               kekuatan Islam sebagai ideologi politik yang menyatukan
               rakyat Indonesia. 74
                   Soerjapranoto sebagai anak bangsawan yang dekat
               dengan dunia kelas atas, dan jauh dengan rakyat, mengambil
               risiko dengan menceburkan diri ke dalam gerakan buruh.
               Bahkan saat ia bergiat dengan gerakan perburuhan, Soerja-
               pranoto melepaskan embel-embel Raden Mas yang melekat
               pada namanya. Tujuannya agar tak tercipta jarak antara diri-
               nya dengan para pekerja. Soerjapranoto menginsyafi bahwa
               sekat-sekat status sosial berdasarkan keturunan sudah tidak
               sesuai dengan gejolak zaman yang sedang mengarah ke per-
               satuan nasional.
                   Soerjapranoto adalah salah satu sosok bangsawan yang
               merakyat. Ia sadar bahwa hakikat menjadi bangsawan yang
               diberi beragam kelebihan adalah dimanfaatkan untuk mendo-
               rong rakyat menjadi lebih maju dan sejahtera. Bukti keseriusan
               Soerjapranoto dalam usaha peningkatan kualitas hidup masya-
               rakat tergambar melalui usahanya dalam bidang pendidikan
               dengan menyediakan sekolah Adhi Dharma bagi anak-anak
               para buruh. Sekolah yang dikelola Soerjapranoto ini menjadi
               laboratorium Ki hadjar Dewantara sebelum ia mendirikan
               perguruan Taman Siswa.


               73  M.C. Ricklefs, loc.cit.
               74  Ibid.

                                                                   71
   89   90   91   92   93   94   95   96   97   98   99