Page 95 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 95

Keistimewan Yogyakarta
            2. Ki Hajar Dewantara

            Soewardi Soerjaningrat atau lebih dikenal dengan nama Ki
            Hajar Dewantara lahir pada tanggal 2 Mei 1889. Ia adalah
            putra kelima dari K.P.A Suryaningrat. Ayah Soewardi adalah
            putra sulung dari permaisuri Paku Alam III. Menurut dasar
            itulah seharusnya ayah Soewardi yang menjadi Paku Alam
            selanjutnya, akan tetapi karena K.P.A Suryaningrat adalah seo-
            rang tunanetra, maka yang menjadi adipati selanjutnya adalah
                            75
            R.M. Nataningrat.  Pada mulanya,yang dipersiapkan menjadi
            adipati adalah putra dari K.P.A. Suryaningrat. Soewardi salah
            satu yang dinominasikan. Tetapi saat itu Soewardi masih kecil
            hingga ia belum diperkenankan menjadi adipati. Tapi hal ini
            tidak menjadikan Soewardi seorang yang merengek meminta
            kembali tahta Paku Alaman diserahkan kepada dia, justru dia
            menjadi lebih besar dari seorang raja, seorang ‘Guru Republik’.
                Masa kecil Soewardi dihabiskan di lingkungan luar istana
            dan memiliki banyak teman yang bukan golongan istana. Ia
            lebih banyak bermain dengan anak-anak kampung yang tinggal
                               76
            di sekitar rumahnya.  Pada tahun 1904, Soewardi berhasil
            menyelesaikan Sekolah Rendah Belanda (ELS), selanjutnya ia
            meneruskan ke sekolah guru, atau yang dikenal sebagai Kweek-
            school. Akan tetapi ia hanya bersekolah selama satu tahun di
            Kweekschool karena ia mendapat beasiswa untuk masuk
            Sekolah Dokter Pribumi (STOVIA) di Batavia. Selama di Batavia
            ini, ia berkenalan dengan dunia keorganisasian dan aktif dida-
            lamnya. Di akhir tahun 1907, tepatnya 4 November Soewardi



            75  Bambang S. Dewantara, 100 Tahun Ki Hajar Dewantara, (Jakarta: Pustaka
             Kartini,  1989), hlm. 31.
            76  Ibid, hlm. 16.

            72
   90   91   92   93   94   95   96   97   98   99   100