Page 131 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 131
Keistimewan Yogyakarta
Sejak Indonesia merdeka dan Yogyakarta menjadi bagian
RI, HB IX aktif dalam pemerintahan Pusat yang berkedudukan
di Jakarta. Sejak dilantik sebagai menteri dalam Kabinet Sjahrir
pada Oktober 1946, nyaris tak terputus kedudukan dan jabatan
Sultan di pusat sampai tahun 1978 sebagai wakil presiden. 14
Dari berbagai jabatan itu menempatkan secara resmi HB IX
sebagai pejabat negara yang memiliki posisi penting, dan
menempatkan Yogyakarta sebagai rumah “kedua”. Maka sejak
itu pula PA VIII memainkan peran penting dalam membangun
ekonomi, budaya, politik, dan sistem pemerintahan di Yog-
yakarta.
Pada Oktober 1946, HB IX dilantik sebagai Menteri Negara
dalam Kabinet Sjahrir yang berkedudukan di Jakarta. Seka-
lipun perannya sebagai Raja Yogyakarta, namun beliau beker-
ja secara serius sebagai Menteri Negara Indonesia. Oleh karena
itu, PA VIII bertindak sebagai ‘pelaksana gubernur’ yang ber-
tugas membangun Yogyakarta. Pada konteks ini, apa yang
pertama kali dihasilkan adalah jalinan kerja sama antara satu
lembaga dengan lembaga lain yang masih sangat minimalis
terbentuk. DPD (Dewan Pemerintahan Daerah) hanya sebatas
menjadi supervisi, karena belum memungkinkan untuk mela-
kukan tugas-tugas sebagai pemerintah daerah. Konsentrasi
elite dan masyarakat lebih pada bagaimana mempertahankan
RI di Yogyakarta. Masuknya Belanda kembali membuat vakum
pemerintahan Yogyakarta sampai 1949. Baru pada periode
pascarevolusi pemerintah Yogyakarta mencoba untuk mem-
bangun dasar-dasar yang sudah dibayangkan dan diimpikan
14 Lihat Atmakusumah , (ed.), Tahta untuk Rakyat: Celah-celah Kehidupan Sul-
tan Hamengku Buwono IX, (Jakarta: Gramedia, 1982).
108