Page 129 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 129
Keistimewan Yogyakarta
mempersiapkan hidup berdampingan dengan wilayah merde-
ka yang sebelumnya menjadi bagian komunitasnya kemudian
menjadi negara tetangga.
Paku Alam VIII dan HB IX adalah dua raja yang dididik
secara modern dengan pola pendidikan Barat. Dua raja yang
berkuasa dalam waktu bersamaan ini tentu sadar pilihan-
pilihan yang harus diambil untuk membangun wilayahnya.
Saat PA VIII menyerahkan kekuasaannya pada HB IX untuk
dikelola sebagai bagian dari tanggung jawab sejarah masa
9
lalu, maka ia secara sadar memahami konteks negara mo-
dern yang harus dibangun. Tidak mungkin akan ada dua pe-
mimpin dalam satu wadah, maka pilihan logisnya adalah
menyerahkan wilayahnya kepada HB IX yang lebih ‘tua’,
dengan harapan akan muncul kebijaksanaan dari HB IX dalam
menyikapi bahasa yang sarat simbolis itu. Dan terbukti, HB IX
sangat arif dalam menempatkan Paku Alaman, karena tidak
membubarkan namun tetap mempertahankannya, tentu
dengan kesadaran yang kongkrit akan garis hierarkisnya.
Pada awal pemerintahan Yogyakarta, nyaris tidak ada
yang bisa dilakukan oleh HB IX dan wakilnya, PA VIII. Dalam
tempo singkat, negara Indonesia merdeka tidak mampu
mempertahankan dirinya atas serbuan dan masuknya pasukan
Belanda ke Indonesia. Tentu pada langkah awal dua pimpinan
10
ini berhasil membangun struktur kekuasaan lokal secara mini-
9 Paku Alam VIII pernah menyerahkan wilayah kekuasaannya kepada Sultan
HB IX untuk dikelola dalam satu kesatuan. Peristiwa itu terjadi pada saat
Jepang masuk ke Yogyakarta. Wawancara dengan R.M. Tamdaru Tjakrawer-
daya, ibid.
10 Lihat Herbeth Feith, The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia,
(Ithaca, New York: Cornell University Press, 1962).
106