Page 191 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 191

Keistimewan Yogyakarta
               yang diperlukan
            9. Jaminan untuk pemerintah sewaktu-waktu membutuhkan
               tanah.
                Peraturan daerah tentang Hak Atas Tanah di Daerah Isti-
            mewa Yogyakarta di atas, dibuat sebagai aturan yang sifatnya
            sementara, sambil menunggu adanya hukum tanah nasional. 25
            Inilah kesimpulan tentang pengaturan tanah DIY yang berda-
            sarkan argumen payung hukum UU No 3/1950 dan turunan-
            nya. Selain itu, mengikuti suatu dalil hukum yang berbunyi
            lex posterior derogate lex anteriori, dan lex superiori dero-
            gate lex inferiori selayaknya aturan hukum yang terkandung
            dalam Perda itu, yang merupakan turunan dari UU No 3/1950,
            dengan sendirinya terhapus oleh hadirnya UUPA No 5/1960. 26


            F.  Status Tanah Sultan Ground (SG) dan Paku Alaman
               Ground (PAG)
            Tanah Sultan dan tanah Paku Alaman adalah semua tanah yang
            berada di wilayah keraton Kasultanan dan Puro Paku Alaman
            kecuali tanah-tanah yang sudah diberikan hak kepemilikannya
            kepada siapapun. Definisi ini mengacu pada  domein
            verklaring yang dianut sejak tahun 1918, dikukuhkan dalam
            Perda DIY No. 5 Tahun 1954, hingga dinyatakan kembali pada
            tanggal 11 April 2000 pada acara Inventarisasi dan Sertifi-
            kasiTanah-tanah Keraton DIY antara pemerintah daerah dan


            25  Sarjita, “Kajian Yuridis tentang Status Tanah Swapraja dan Eks Swapraja
             dalam Hukum Tanah Nasional”, Makalah untuk diskusi bulanan PPPM-STPN,
             Yogyakarta, 18 Maret 2005, hlm. 10.
            26  Ni’matul Huda, Status Hukum Tanah Keraton Yogyakarta setelah Diber-
             lakukannya UU no. 5 tahun 1960 di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
             (Yogyakarta: Lembaga Penelitian, Universitas Islam Indonesia, 1997), hlm. 4.

            168
   186   187   188   189   190   191   192   193   194   195   196