Page 186 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 186

Akses Masyarakat Atas Tanah

               pemerintah Hindia Belanda. Meski demikian, kontrak politik
               tertanggal 18 Maret 1940 oleh Hamengku Buwono IX dengan
               Gubernur Jendral Tjarda van Sterkenborgh yang menghasil-
               kan 59 pasal dan 16 ketentuan pokok, menghasilkan ketentuan
               tentang kekuasaan Sultan yang bersifat otonom dalam menga-
               tur tanah miliknya sendiri (tanah Kasultanan/Sultan Ground).
                   Alasan pemerintah Hindia Belanda mempertahankan
               adanya swapraja adalah,  pertama, Belanda tidak cukup
               mempunyai uang dan tenaga untuk menjalankan pemerin-
               tahan secara langsung di seluruh Nusantara. Maka ia menja-
                                          16
               lankannya secara indirect rule,  melalui adanya swapraja itu.
               Kedua, Belanda tidak mempunyai maksud menjadi negara
               persemakmuran yang memberi fungsi kesejahteraan bagi
               warganya. Maka biarlah swapraja yang melakukannya. Ketiga,
               sebagaimana dianut Perancis, Inggris, dan lainnya, rakyat akan
               mudah dikendalikan oleh raja-rajanya sendiri. Keempat, stan-
               dar minimal diperlukan agar rakyat tidak melakukan perla-
               wanan, dilakukan dengan cara mempertahankan swapraja agar
                                                              17
               rakyat tidak merasa dijajah oleh Belanda secara langsung.  Belan-
               da tidak berniat mendemokratiskan susunan ‘pemerintah daerah’
               yang berdasar kerajaan, bahkan mengukuhkannya. Dalam kon-
               teks kolonialisme tentu hal semacam ini dimungkinkan, bahkan
               sistem ‘tidak langsung’ dirasa lebih menguntungkan. Namun,
               selanjutnya tentu saja berbeda bila konteksnya telah berubah.
                   Melalui kontrak panjang, swapraja mempunyai kedu-
               dukan menurut penetapan sendiri tentang batas-batas keku-
               asaan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemerintah

               16  Mengenai mekanisme indirect rule ini didalami oleh J. S.  Furnivall dalam
                Netherlands India, (Amerika: Cambridge, 1937).
               17   Usep Ranawidjaja, op.cit. hlm. 4—5.

                                                                  163
   181   182   183   184   185   186   187   188   189   190   191