Page 206 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 206
Akses Masyarakat Atas Tanah
ke kepolisian DIY kaitannya dengan dugaan penyelewengan
pengelolaan tanah di Hotel Ambarukmo. Tanah di sekitar
43
hotel itu sedianya akan dibangun plaza, yang mulai terwujud
pada pertengahan tahun 2005 dengan dibangunnya Amba-
rukmo Plaza (Amplaz). 44
Selain itu terdapat juga konflik di desa Cangkringan,
Srandakan, Bantul. Di daerah ini warga merasa hak atas
tanahnya diserobot oleh pihak investor yang disetujui oleh
pemerintah kabupaten guna mengolah tanah di sepanjang
wilayah yang mereka garap. Maka terjadi sengketa segitiga
antara warga, pemerintah daerah, dan Sri Sultan Hamengku
Buwono X sebagai pemilik SG. 45
Pada akhir tahun 2003, sebanyak 15 keluarga yang
menempati bangunan bekas Asrama Gatitomo Tungkak mera-
sa resah sebab akan terkena penggusuran. Lahan yang mereka
tempati terancam sebab akan dibangun kantor kecamatan
Mergangsan, di mana Tungkak bagian dari kecamatan ini.
Pihak keraton mengizinkan pemerintah kota dalam proyek
pembangunan itu. Kebijakan ini berbeda dengan masa Sultan
Hamengku Buwono IX yang justru menyediakan tanah Tung-
kak itu kepada mereka yang saat itu hidup menggelandang.
Mereka ini kemudian menjadi generasi awal di kampung
Tungkak.
Pada gilirannya, warga didampingi oleh Yayasan Pondok
Rakyat (YPR) berhasil bernegosiasi dengan pemerintah, sete-
43 Bernas, ‘Aduan ke Polda bukan ‘Ngudel-ngudel’ Sultan’, 21 April 2003.
44 Sultan HB X, yang telah diketahui publik sebagai pemegang saham
Ambarukmo Plaza, berkomentar dengan pembangunan mall ini, simak, ‘Mall
Bukan Ancaman, Justru Potensi’, Bernas, Kamis, 8 September 2005.
45 Majalah Himmah, edisi 2, tahun 2002.
183