Page 207 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 207

Keistimewan Yogyakarta
            lah sebelumnya bertemu langsung guna meminta perlin-
            dungan kepada Sultan tentang masalah mereka. Akhirnya
            mereka mendapat uang ganti rugi yang diinginkan dan relokasi
                          46
            yang disepakati.  Warga Tungkak yang terrelokasi  kemudian
            menempati areal yang semakin ke pinggir sungai (wedi
            kengser), sehingga dirancang bentuk bangunan rumah yang
            disesuaikan dengan lanskapnya (solusi arsitektural) .
                                                           47
                Beberapa pengalaman pendampingan terhadap warga
            kampung yang dilakukan YPR seperti dicontohkan di atas (Kri-
            cak, Tungkak, Badran), memberi gambaran yang cukup
            menggembirakan. Keberadaan warga yang mengindung di atas
            tanah keraton secara magersari merasa terlindungi. Posisi Sul-
            tan terhadap konflik yang menyangkut warga dan pemerintah
            kota misalnya dinilai berada di pihak yang menguntungkan
            warga, dengan menjadi mediator dan berusaha mencarikan
            jalan terbaik untuk keduanya. Keberadaan SG sebagai daerah
            ‘abu-abu’, dinilai memberi peluang bagi warga guna memper-
            tahankannya dengan berlindung langsung kepada Sultan. Lain
            lagi bila statusnya merupakan ‘tanah negara’ atau tanah milik
            pribadi yang bisa jadi warga akan terkena gusur tanpa kompro-
            mi jika terdapat proyek pembangunan (pemerintah). 48

            I. Konflik Tanah Paku Alaman Ground

            Penguasaan tanah-tanah Puro Paku Alaman juga menimbulkan
            konflik, misalkan pernah terjadi antara warga petani yang




            46   Muhammad Zamzam Fauzannafi, ‘Sejarah dan Institusionalisasi Kampung
             Tungkak’, dalam Jurnal Kampung, Yayasan Pondok Rakyat, 2005, hlm 84—8.
            47  Wawancara dengan Hersumpana, direktur YPR, Yogyakarta, 16 Januari 2009.
            48  ibid.

            184
   202   203   204   205   206   207   208   209   210   211   212