Page 124 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 124
Mereka yang Dikalahkan 99
dengan model ini lebih mudah. Harus diakui, lahan gambut relatif
sulit diolah dengan tanpa bakar, dan tentu saja alasan warga karena
jauh lebih mudah dan murah. Kini, sejak peristiwa kebakaran lahan di
Riau begitu masif dan menimbulkan bencana luas dan mengancam
kehidupan manusia, bahkan sampai di negara tetangga, kegiatan
membakar lahan masuk pada “perbuatan kriminal”. Larangan
ini tidak mengecualikan kegiatan masyarakat yang merun untuk
kebutuhan pertanian dan perkebunan.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun
2010 menyebutkan, kegiatan membakar lahan dizinkan untuk
lahan di bawah dua hektar, namun kemudian akibat berbagai
kasus kebarakan hutan dan lahan, Kapolda Riau mengeluarkan
maklumat tentang larangan membakar lahan. Pada tahun 2015-
2016, polisi melakukan sweaping ke desa-desa, jika ditemukan ada
warga membakar lahan untuk kepentingan bertani dan berkebun
atau kepentingan lain akan ditangkap, bahkan ancamannya tidak
main-main, dikenakan pasal berlapis dan penjara sampai 15 tahun
dan denda sampai 10 milyar. “Teror” polisi ini cukup efektif karena
terbukti dari desa sampai RT dilakukan sosialisasi yang membuat
warga ketakutan untuk sekedar merun di depan rumahnya sendiri. 24
Bagimana dengan hak atas tanah warga Pulau Padang? Berdasar
pola perolehan tanah, pola penguasaan tanah, pola pemanfaatan,
dan pola kerja sebagai sumber penghidupan warga Pulau Padang
dalam memanfaatkan tanah, maka mudah untuk melihat bahwa
mayoritas warga Pulau Padang memiliki lahan yang cukup untuk
mempertahankan kehidupannya. Tanah sebagai pusat sumber
penghidupan masyarakat desa bukan berada di sekitar rumah,
24 Fazar Muhardi, “Kapolda Riau Keluarkan Maklumat Larangan
Membakar Lahan”, http://www.antarariau.com/berita/43960/-
kapolda-riau-keluarkan-maklumat-larangan-membakar-lahan.
Diskusi dengan para petani di Kabupaten Meranti.