Page 126 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 126
Mereka yang Dikalahkan 101
sama sekali tidak berdasar. Kuburan-kuburan tua sudah ada di
Pulau Padang sebagai bukti adanya kehidupan di Pulau Padang jauh
sebelum Indonesia merdeka. Sudah menjadi tradisi nenek moyang
orang Indonesia, dalam memperoleh tanah awalnya rata-rata dengan
cara membuka hutan, dan ini bukan perbuatan melanggar hukum.
Pasal 46 ayat 1 UU No. 5/1960 (UUPA) mengatakan “Hak membuka-
tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh
warganegara Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Artinya masyarakat dilindungi oleh UU tentang kegiatan membuka
tanah/kampung atau wilayah baru sepanjang tidak melanggar hak-
hak orang lain. Saat Pulau Padang dibuka oleh masyarakat, belum ada
hak lain di wilayah tersebut, apalagi konsesi PT RAPP sebagaimana
kini dipermasalahkan datang belakangan setelah kampung dan
tanah-tanah sebagian telah dikuasai oleh masyarakat.
Masyarakat tempatan lah yang disebut sebagai orang-orang
yang membuka dan mengembangkan kampung-kampung baru dan
membangun sebuah wilayah, negara kemudin hadir hanya untuk
mengadministrasikannya. Pertanyaan memang muncul, apakah
mereka punya sertipikat hak atas tanah atau alas hak yang sah?
Mayoritas menjawab tidak, karena bagi masyarakat desa, keamanan
tanah tidak terletak pada sertipikat yang dimiliki tetapi apakah
lahannya dimanfaatkan atau tidak, dan sistem masyarakat komunal
yang mengandalkan kebersamaan. Pola ini menjamin keamanan
tanah mereka di mana masing-masing memahami letak dan
batas tanah mereka. Di luar itu harus diakui, mengurus sertipikat
tanah bukan perkara mudah dan bukan pula perkara murah bagi
perekonomian mereka yang masih di bawah. 25
Di luar kawasan hutan alam, desa-desa di Pulau Padang
dipenuhi pohon karet dan sagu milik masyarakat. Tiga desa (Lukit,
25 Hasil diskusi dengan warga Desa Lukit, Belitung, dan Mekarsari, Juni
2016.