Page 127 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 127

102   M. Nazir Salim


            Belitung,  Mekarsari)  yang  penulis jadikan  sampel  menunjukkan,
            bahwa sejarah penguasaan tanah mereka sudah relatif kuat dengan
            sebagian besar memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) atau Surat
            Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) sebagai alas hak dari camat
            setempat.  Dengan  SKT ini  pula,  beberapa  warga memanfaatkan
            tanahnya  untuk  diagunkan ke bank  sebagai jaminan  pinjaman
            baik modal usaha maupun kepentingan lainnya. Di Riau, rata-rata
            pemilik lahan atau menguasai lahan dengan alas hak SKT dari hasil
            membuka hutan, khususnya  sampai  dengan  tahu 1972  sebelum

            Peraturan Menteri  Dalam Negeri  Nomor 6  tahun 1972  tentang
            Pelimpahan  Wewenang  Pemberian  Hak  Atas Tanah. Terbitnya
            peraturan ini mencoba untuk menertibkan pola penguasaan lahan,
            namun praktiknya sulit dijalankan, bahkan telah terjadi secara masif
            penerbitan SKT yang tidak sesuai peraturan. 26

                Pada beberapa kasus,  pedekatan  formal legalistik memang
            cukup bermasalah dalam hal penerbitan SKT dari desa-kecamatan,
            karena  dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6  Tahun 1972
            Pelimpahan  Wewenang  Hak  atas  Tanah,  BAB IV Pasal  11,  yang
            berwenang memberi keputusan mengenai izin membuka tanah jika
            tidak lebih dari 2 (dua) hektar, bukanlah menjadi kewenangan Kepala
            Desa,  melainkan menjadi  wewenang kecamatan (camat).  Namun
            faktanya, hal ini dibiarkan berlarut dan akhirnya menjadi kebiasaan
            sekaligus diyakini  kebenarannya oleh warga  untuk  meminta  SKT

            sebagai bukti  penguasaan kepada kepala  desa  sebagaimana  tafsir
            atas PP 24/1997 Pasal 41 Ayat 4. Dalam praktiknya, terbitnya SKT
            ditandatangani oleh camat, namun ada juga jenis penguasaan tanah
            alas haknya yang ditandatangani oleh kepala desa, dan ini sebenarnya
            bukan SKT sebagaimana Permendagri di atas kehendaki. Akan tetapi,




            26  Tjahjo Arianto, Dian Aries M, Rakhmad Riyadi, “Strategi penyelesaian
                tumpang tindih hak atas tanah (Studi lokasi di Kab. Kampar, Provinsi
                Riau)”, Yogyakarta: Laporan Penelitian Strategis PPPM-STPN, 2014.
   122   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132