Page 129 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 129
104 M. Nazir Salim
masif dianggap melanggar tata ruang, baru negara turun tangan.
Tentu saja hal ini akan menimbulkan protes dari warga yang sudah
menguasai puluhan tahun tanah-tanah mereka dan diberikan/
dikonsesikan kepada pihak lain tanpa sepengetahuan/izin dari
pemilik sebelumnya. Di sisi lain, memang harus diakui juga bahwa,
belakangan penerbitan SKT banyak disalahgunakan oleh perangkat
desa sehingga membuat carut marut sistem administrasi pertanahan
karena penerbitannya dianggap tidak sesuai dengan tata ruang.
C. Gejolak di Tanah Gambut [Pulau Padang]
Sejak kasus Pulau Padang mencuat ke publik dan menjadi ramai,
ada banyak pihak yang mencoba membuat analisis dan pemetaan
persoalan secara mendalam. Sekedar menyebut beberapa lembaga
dan aktivis lingkungan di Riau seperti Made Ali dari Jikalahari,
pegiat Scale Up, STR, Eyes on the Forest, Walhi Riau, Mongabay,
Greenpeace, JKPP, dan aktivis-aktivis lain yang telah melakukan
pendampingan sekaligus investigasi secara mendalam untuk melihat
secara dekat persoalan yang terjadi di lapangan. Beberapa laporan
hasil lapangan dapat dibaca di banyak situs atau website mereka
untuk melihat secara utuh kronologi persoalannya. Lembaga negara
juga telah melakukan upaya untuk menyelesaikan konflik klaim
lahan di Pulau Padang, misalnya Kementerian Kehutanan RI secara
resmi membentuk tim untuk melakukan mediasi dalam rangka
menyelesaikan konflik antara masyarakat vs PT RAPP.
Catatan di bawah ini saling melengkapi beberapa data yang
dihasilkan dari berbagai pihak yang telah melakukan kajian juga
penulis sendiri yang turun ke lapangan untuk membuat beberapa
analisa atas kasus tersebut. Ada hal yang menarik sebagaimana yang
dikerjakan oleh Serikat Tani Riau (STR) yang tidak terekspose banyak
media namun intensif melakukan pengorganisasian di lapangan.
Konfirmasi penulis di lapangan menemukan, petani Pulau Padang