Page 174 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 174
Mereka yang Dikalahkan 149
RAPP, bahwa dampak lingkungan akibat operasi perusahaan dapat
diminimalisasi dengan teknologi ecohydro (pengaturan tata air).
E. Kesimpulan
Large-Scale land acquisitions di Pulau Padang untuk perkebunan
kayu (HTI) merupakan pola-pola lama yang mudah dijumpai di
berbagai wilayah lain di Indonesia. Pola dan praktik ini persis bagian
dari cara kerja kolaboratif antara korporasi dan negara setelah
melakukan liberalisasi kebijakan demi perwujudan pembangunan
berkelanjutan. Di banyak wilayah, pola dan praktik akuisisi lahan
banyak terjebak dalam pola perampasan tanah, karena proses-
prosesnya diawali dengan klaim kebenaran dengan menyingkirkan
banyak pihak yang dianggap sebagai orang-orang tak berhak
atas tanah, karena tidak memiliki legal formal penguasaan (alas
hak). Sistem tenurial desa yang lemah dan pola penguasaan adat
dan komunal menyebabkan mereka banyak tersingkir dari lahan
garapannya tanpa mendapat kompensasi yang layak, bahkan sangat
tidak manusiawi. Tetapi, persoalan dasarnya bukan pada securitas
pada masyarakat, melainkan pengabaian dan orientasi kebijakan.
Praktik akuisisi lahan di Pulau Padang tidak banyak berbeda
dengan wilayah lain, memiliki ciri tertutup, koruptif, dan penyingkiran
secara paksa dengan kekuatan alat negara demi tercapainya
penguasaan tanah skala luas. Sekali lagi negara dan korporasi bekerja
secara sistematis menyingkirkan para petani dari lahan hidupnya
untuk kemudian bergantung pada pekerjaan-pekerjaan sebagai
buruh upahan yang murah bagi perusahaan HTI. Petani tidak lagi
berdaulat atas tanah untuk membangun tanaman pangan polikultur,
namun menjadi pelayan korporasi yang membangun jenis tanaman
monokultur untuk suatu kepentingan pasar global.
Realitas di atas membuat petani Pulau Padang terancam atas
lahan garapannya sehingga secara naluriah melakukan perlawanan,