Page 203 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 203
178 M. Nazir Salim
cara tidak membakar lahan. Respons RAPP juga menarik, karena jika
dalam satu tahun sebuah desa tidak terdapat/ditemukan kebakaran
lahan, maka RAPP menjanjikan hadiah bagi desa tersebut senilai 100
juta. Hal itu karena RAPP dalam sorotan sekaligus menyelamatkan
lahannya. Jika lahan warga terbakar, maka lahan RAPP juga terancam
ikut terbakar.
Pertanyaan lebih jauh, berhentikah perlawanan warga Pulau
Padang setelah keluarnya SK 180/2013? Ternyata tidak. Sesuai
SK tersebut, warga masih melakukan perlawanan khususnya di
beberapa desa terdampak langsung, seperti Desa Lukit. Perlawanan
masih ditunjukkan oleh warga akibat tindakan-tindakan RAPP yang
menyalahi kesepakatan. Dari sekian banyak desa yang terdampak,
Desa Lukit yang dianggap masih mengganjal “benak warga”. Dalam
SK tersebut, Lukit memang wilayah yang tanah-tanah warganya
paling banyak masuk dalam area konsesi, dan hal itu membuat
warga Lukit sulit untuk menerima SK tersbut. Hal itu terbukti,
setelah cukup lama berhenti dan melakukan konsolidasi, Oktober
2013 warga Lukit kembali mengusir RAPP dari Tanjung Gambar,
Lukit, sebuah wilayah yang diklaim sebagai area konsesi dan diklaim
juga sebagai lahan warga. Pairan dan Yahya menjelaskan, Sabtu 12
Oktober 2013 sekitar 200 warga Lukit dan 100 warga Melibur kembali
mengusir RAPP dari Tanjung Gambar. Mereka menemui Subhan
Daulay dan Marhadi, humas dari PT RAPP, meminta agar RAPP
tidak beroperasi di Tanjung Gambar, dan sekarang juga alat berat
dan basecamp harus dikeluarkan dari Tanjung Gambar.
Mengapa warga masih melawan dan menolak padahal sudah
ada beberapa kesepakatan? Warga jelas menyelamatkan lahan-lahan
milik masyarakat dan menyelamatkan wilayahnya dari ancaman
kerusakan ekologi. Sebelum operasi di Tanjung Gambar, posisi
kebun karet warga sudah sering kebanjiran, apalagi membangun
kanal-kanal di area tersebut, akan semakin membuat situasi lebih