Page 205 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 205
180 M. Nazir Salim
C. Dampak Land Acquisition di Pulau Padang
Lihatlah, kelapa kami mulai satu per satu mati, kebun karet
kami kebanjiran, tanah-tanah kami kekeringan, kami sudah
minum air sungai yang sebelumnya belum pernah kami
lakukan. Kalau sagu kami juga kena serangan hama, maka
habislah kami, tak ada lagi yang bisa kami makan. 29
Beroperasinya RAPP tentu saja bukan suatu yang
menggembirakan, “kami terancam dan bahaya bencana ekologi
menanti pula. Setelah kami berjuang bertahun-tahun dan kini
di antara kami saling curiga pula karena sebagian menjadi bagian
perusahaan, padahal hanya sebagian kecil dari kami yang bekerja
di perusahaan”. Setelah pasca konflik dan terbit negosiasi, semua
gerakan perlawanan kepada RAPP “mati”, tidak ada lagi aksi-aksi
yang bersifat masif. Namun gerakan perlawanan secara sporadis
masih terjadi. Pairan menuturkan, “kami masih terus memantau
dan melakukan kontrol terhadap kegiatan RAPP, namun kami tidak
lagi melawan keberadaan mereka melainkan kami melawan setiap
pelanggaran dari kesepakatan yang kita sepakati bersama”.
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 180/2013 yang merevisi
SK 327 memang mengeluarkan beberapa desa dari wilayah konsesi
RAPP, namun tidak dengan Desa Lukit. Desa yang paling luas di
Pulau Padang. Salah satu fokus penulis untuk melihat dampak atas
keberadaan RAPP ada di desa ini, karena dampaknya paling serius
akibat operasi RAPP dibanding dengan desa lainnya. Sebagaimana
disampaikan Pairan, Ketua Sarikat Tani Riau Kabupaten Meranti,
keberadaan RAPP setelah beroperasi selama 3 tahun, perlahan tapi
pasti dampak ekologi dan lingkungan terjadi. Memang benar, ketika
kami melakukan protes kami tidak memiliki data ilmiah, karena kami
tidak memiliki kemampuan untuk melakukan itu, namun indikasi
29 Diskusi dengan Yahya dan Mukhti, di Pulau Padang.