Page 48 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 48
Mereka yang Dikalahkan 23
melihat hulu sebagai fokus dalam melihat persoalan agraria, maka
kebijakan negara menjadi kunci, sebab salah satu poin penting
dalam konflik agraria adalah kebijakan negara yang tidak adil di
dalam praktik atau penerapannya. Munculnya protes, perlawanan,
dan sabotase masyarakat tempatan akibat negara secara sepihak
mengeluarkan izin-izin konsesi kepada perusahaan besar yang
berakibat tersingkirnya masyarakat dari lahan yang selama ini
dimiliki, dimanfaatkan, dan dikuasai secara penuh (ini yang lazim
terjadi, perampasan lahan dan ruang dengan kekuatan “peraturan”).
Tentu saja tidak menafikan bahwa masyarakat juga memiliki sifat
yang beragam di dalam pola-pola kuasa dan menguasai sebuah
lahan secara serampangan.
Beberapa kajian di atas baik secara spesifik terkait Pulau
Padang maupun Riau secara keseluruhan hadir dengan pendekatan
rekonstruksi dan analisis serta pemetaan konflik dan dampak.
Mayoritas penelitian atau survey dilakukan pada saat Pulau Padang
sedang bergolak dan pasca pergolakan. Sebagai sebuah kontinuitas
dalam memahami persoalan dan gerak sejarahnya, kajian di atas
cukup menarik, akan tetapi terdapat kelemahan utama dalam
berbagai kajian tersebut, yakni mencoba melepaskan akar persoalan
dasar dari konflik sumber daya agraria yang masif, meluas, dan rumit
akibat negara mempraktikkan liberalisasi kebijakan sumber daya
agraria.
Sejauh ini, konflik yang ditimbulkan dari eksploitasi sumber
daya alam khususnya Riau baik di wilayah hutan maupun non
hutan, terletak pada akar sejarah praktik dan kebijakan eksploitasi
sumber daya alam dari hulu hingga hilir. Ia terkait dengan problem
Laporan Penelitian “Analisa Konflik Pertanahan di Provinsi Riau
Antara Masyarakat dengan Perusahaan (Studi Tentang PT RAPP, PT
IKPP, PT CPI dan PT Duta Palma 2003-2007)”, Pekanbaru: Tim Litbang
Data FKPMR, 2007. Didownload dari: www.scaleup.or.id.