Page 51 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 51
26 M. Nazir Salim
tidak ada tokoh yang bisa mengontrol dan menjaga relasi-relasi yang
sebelumnya dianggap ketat.
Penulis mencoba melihat Pulau Padang dengan perspektif yang
sedikit lebih luas dibanding kajian-kajian sebelumnya. Akuisisi
tanah di Pulau Padang (large-scale land acquisitions) dalam bahasa
lain adalah land grabbing, karena proses dan pola yang dilakukan.
Lahirnya resistensi masyarakat tempatan adalah konsekuensi.
Walaupun praktiknya, pasca konflik sikap yang diambil oleh
masyarakat berbeda, sekalipun sikap perlawanan yang ditunjukkan
di ruang-ruang terbuka tetap sama. Masyarakat tetap mengorganisir
kelompok dalam bentuk struktur-struktur kecil sebagai penyeimbang
kekuatan perusahaan. Menurut Tsegaye Moreda, struktur kecil
dari masyarakat yang terganggu akibat dari akuisisi lahan atau
perampasan tanah dan hancurnya ekonomi masyarakat subsisten
akan menyebabkan persiapan-persiapan secara terbuka bagi mereka
untuk melakukan perlawanan.
55
Konsep Moreda ini menarik untuk dilihat dalam konteks Pulau
Padang karena sekalipun pasca konflik dan terbangunnya resolusi,
sebagian petani Pulau Padang tetap resisten dengan keberadaan
RAPP. Para petani tetap menyiapkan sebuah perlawanan “organik”
dalam struktur yang lebih kecil untuk menunjukkan ketegasan sikap
yang dimiliki. Pengalaman yang mereka miliki sejauh ini relatif
kokoh untuk menunjukkan sebuah gerakan dan pengorganisasian
politik, di luar perpecahan yang membayangi gerakan mereka.
Sebagian petani tetap mempertahankan sikap resistennya karena
menurutnya, keberadaan RAPP di Pulau Padang nyata menunjukkan
daya rusaknya terhadap lingkungan mereka. Masyarakat menerima
55 Lihat Tsegaye Moreda, “Listening to their silence? The political reaction
of affected communities to large-scale land acquisitions: insights from
Ethiopia, hlm. 524, The Journal of Peasant Studies, 2015 Vol. 42, No.
3–4, 517–539, http://dx.doi.org/10.1080/03066150.2014.993621.