Page 49 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 49
24 M. Nazir Salim
utama yakni ekonomi produksi yang menempatkan kapital sebagai
keyakinan akan menyelesaikan semua persoalan ketimpangan
pembangunan dan kemiskinan. Keyakinan ini membenarkan semua
kebijakan dan tindakan di lapangan yang faktanya gagal diantisipasi
dampak hilirnya. Oleh karena itu dalam konteks perampasan lahan
dan hutan dibutuhkan penjelasan peta konflik sumber daya agraria
secara komprehensif dengan melihat secara detail bagaimana
power dan modal bekerja untuk mengkonsolidasikan kekuatan
yang berdalih menciptakan pembangunan untuk “kesejahteraan”.
51
Jika kerangka melihatnya lebih luas maka di lapangan akan lebih
mudah dilihat mengapa konflik agraria begitu masif dan sulit
diselesaikan, bahkan negara ikut mendukung sekaligus memfasilitasi
pengulangan-pengulangan kebijakan yang redundan. Di lapangan,
persoalan konflik, pola, modus operandi, resistensi, dan beragam
respons lainnya adalah hilir dari tindakan-tindakan yang dilakukan
di hulu jauh sebelum konflik itu terjadi.
Secara umum, membaca Pulau Padang juga bisa dilakukan
dengan pendekatan literatur teori klasik yang sering disinggung
bahwa konflik sebagai bagian dari paradigma penyelesaian persoalan.
Pandangan ini meyakini konflik akan menghasilkan sebuah
perubahan. Setelah terjadi konfrontasi kemudian masuk fase puncak
krisis, maka konflik akan mengalami penurunan, pada level ini ia
akan lebih mudah dikelola menuju negosiasi yang menghasilkan
resolusi. Analisis Marx dalam melihat masyarakat meyakini bahwa
52
masyarakat sudah terbentuk dalam struktur kelas sosial, dan kelas
sosial secara sadar sudah memiliki potensi dan konflik itu sendiri,
ia melekat pada struktur basisnya, sehingga konflik dengan sadar
51 Lihat George Junus Aditjondro, Korban-korban Pembangunan:
Tilikan terhadap Beberapa Kasus Perusakan Lingkungan di Tanah Air,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
52 Simon Fisher, dkk., (2001). Mengelola Konflik, Keterampilan dan
Strategi untuk Bertindak, Jakarta: The British Council.