Page 168 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 168
C. Van Vollenhoven 129
erfpachtscontract (kontrak erfpah) yang mana tetap memegang
teguh pengertian eigendom-pemerintah di antara pihak-pihak
juga meskipun ia telah dihapuskan oleh sebuah ordonansi?
Tetapi bagaimanakah sekarang jika kontrak erfpah itu kemudian
berakhir dengan tiada suatu pembaharuan (hernieuwing), dan
pemerintah ingin mengembalikan erfpachtperceel (persil-persil
erfpah) tersebut menjadi domein negara?
Maka disini tanah eigendom Eropa akan dikuasai oleh
formula domein, sedangkan tanah erfpah dengan cara
bagaimanapun juga akan selalu berada di luar formula domein
dari tahun 1874 dan 1877, kecuali jika orang mempergunakan
tafsiran para birokrat mengenai tanah liar, yang meliputi semua
tanah-tanah yang tidak di duduki (niet bezeten gronden).
Tetapi tafsiran ini tentu saja tidak mungkin disesuaikan dengan
bunyi kalimat selanjutnya, yaitu: “sejauh diatas tanah-tanah
tersebut, orang-orang Indonesia tidak melakukan usaha-usaha
sesuai dengan hak-haknya yang timbul dari hak buka tanah
(ontginningsrecht).”
Maka peraturan semacam itu bukan saja mengaburkan,
tetapi juga membahayakan. Karena bagaimanapun juga cerdik
dan pandainya orang menafsirkan, asal sekali saja di dalam
lembaran negara telah di undangkan bahwa “tanah-tanah yang
tidak dibudidayakan adalah landsdomein,” atau “domein negara
yang bebas” (sebagai yang biasa di ucapkan dalam praktek),
maka pelaksana undang-undang akan selalu mengorbankan
hukum adat bagi pelaksanaan azas grondkapitaal daripada
negara itu.
Maka bagaimanakah sekarang dengan hak untuk
mengumpulkan hasil-hasil hutan? Oleh domeinverklaring hak
ini di gugurkan; bagaimanakah dengan bezet atau beletrecht di