Page 165 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 165
126 Orang Indonesia dan Tanahnya
buah di antaranya yang bersifat despotis atau tiranik, yang
mengganggap tanah-tanah yang tidak dibudidayakan sebagai
milik raja-raja. Akan tetapi di daerah-daerah swapraja yang tidak
mengenal tirani tersebut, ternyata tetap dimungkinkan adanya
perkembangan agraris seperti yang dibutuhkan oleh orang-
orang Barat, oleh karena raja bertindak sebagai raja. Meskipun
begitu, dengan tiada suatu alasan pun, zelfsbestuursordonnantie
tahun 1914 telah memerintahkan kepada semua daerah-daerah
swapraja yang berdasarkan maklumat pendek (landschappen
met korte verklaring), agar supaya menyatakan semua tanah-
tanah yang tidak dibudidayakan sebagai domein swapraja
ataupun sebagai domein pemerintah. Pernyataan tersebut
kemudian hanya berakibat timbulnya pelanggaran-pelanggaran
terhadap hak-hak penduduk. Hal ini dapat kita lihat dengan jelas
dalam tindakan sultan Deli yang menyatakan dirinya sebagai
pemilik dari semua tanah-tanah yang tidak dibudidayakan
kepunyaan orang-orang Melayu dan Batak yang ada dalam
wilayah kerajaannya.
Tetapi para birokrat pun merasa, bahwa sesungguhnya
mereka berada dalam kedudukan yang goyah. Mereka harus
mengakui juga, bahwa domeinverklaring tidaklah sekali-kali
boleh dianggap sebagai suatu pernyataan daripada eigendom
pemerintah semata-mata. Karena jika ditafsirkan secara jujur,
maka unsur yang terdalam dari domein verklaring itu tidak
lain ialah suatu hak untuk membuat peraturan-peraturan
(zeggenschap) atau hak untuk memerintah (modezeggenschap)
pemerintah.
Tetapi mengapa telah dipergunakan bentuk dan nama yang
sangat salah itu? Domeinnota yang diterima oleh pemerintah
untuk daerah-derah luar Jawa, yang panjangnya 40 halaman
actavo itu, hanya menyebut sebuah argumen saja; dan sebuah
argumen yang sangat ganjil. Menurut domeinnota tersebut,