Page 170 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 170
C. Van Vollenhoven 131
Bahwa setiap pemberian tanah yang termasuk lingkungan
sesuatu desa, pemerintah berhak turut serta memberi keputusan
(disamping pemerintah desa, gabungan desa atau suku itu
sendiri)?
Mengapakah masih saja dipakai ajaran yang kuno itu,
seakan-akan pemerintah tidak dapat mencegah pengambilan
tanah-tanah yang tidak dibudidayakan dan roo ouw, tanpa
adanya suatu hak domein? Benarkah pemerintah tidak dapat
memberi konsesi-konsesi pertanian, jika ia bukan pemilik
(eigenaar) dari tanah-tanah itu? Benarkah pemerintah tidak
dapat menentang pemilikan tanah-tanah secara tidak sah
(onwettig grondbezet) jika pemerintah tidak menganggap
dirinya sebagai eigenaar?
Di dalam uraian yang lalu telah kami buktikan, bahwa di
dalam menentang keburukan-keburukan tersebut, tidaklah
perlu pemerintah bertindak sebagai pemilik, akan tetapi
hendaknya ia terutama bertindak sebagai pembentuk undang-
undang, sebagai pelaksana daripada kekuasaan.
Maka mungkinkah pernyataan domein itu hanya pernyataan
daripada nafsu pemerintah yang ingin memasukkan nilai
daripada semua tanah-tanah yang tidak dibudidayakan ke
dalam activa badan hukum Hindia Belanda? Ataukah ia hanya
perasaan yang samar-samar, yang menganggap tanah-tanah
yang luasnya tidak terbatas itu tidak mungkin dibiarkan tanpa
seorang eigenaar?
Sebuah jawaban mungkin masih terbuka pula. Yaitu bahwa
dengan menganggap pemerintah sebagai eigenaar, maka
dalam masalah pemberian tanah dengan bentuk sewa ataupun
erfpacht, orang dapat menghindarkan beberapa pokok yang
mengakibatkan kesangsian hukum (rechtstwijfel), misalnya:
“hak perorangan” ataukah “hak kebendaan.” Ataukah tanah