Page 162 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 162

C. Van Vollenhoven  123
              pemberian-pemberian tanah tersebut adalah sangat penting.
              Tetapi bagaimanakah pemerintah dapat bertindak semacam
              itu, jika dia bukan eigenaar (pemilik) dari tanah-tanah tersebut?
                     Alasan ini memang cukup, tetapi merugikan para
              pemohon. Sebab agrarische huur (sewa agraris) dan agrarische
              erfpacht (erfpah agraris) hanya didalam namanya saja
              merupakan hak-hak privat, ia bukan sewa menurut burgerlijk
              wetboek, bukan pula erfpah menurut burgerlijk wetboek; tetapi ia
              adalah konsesi-konsesi untuk eksploitasi tanah (landexploitatie)
              atau konsesi-konsesi pertanian (landbouwooncessias),
              yang seluruhnya adalah sejenis dengan konsesi-konsesi
                            28
              pertambangan,  dan sejak tahun 1912, di daerah-daerah luar
              Jawa ia dapat pula didahului dengan izin untuk landexploratie


              28  a) Menurut pasal 720 Burgerlijk Wetboek (B.W.) maka erfpacht
                  adalah suatu hak perbendaan untuk menarik penghasilan seluas-
                  luasnya untuk waktu yang lama dari sebidang tanah yang menjadi
                  eigendom orang lain, dengan kewajiban membayar sejumlah uang
                  atau penghasilan setiap tahun yang dinamakan pacht atau conon.
                  Maka hak erfpaht tersebut harus berdasarkan suatu hak eigendom.
                  Tetapi menurut Prof. Vollenhoven, erfpah agraris yang biasa terdapat
                  di Indonesia bukanlah erfpah menurut Burgerlijk Wetboek, melainkan
                  adalah suatu konsesi untuk eksploitasi tanah, maka erfpah agraris
                  tersebut tidaklah perlu didasarkan suatu hak eigendom.
                  b) Adapun  eigendom (pasal 570 Burgerlijk Wetboek) adalah hak yang
                  paling sempurna atas suatu benda. Seseorang yang mempunyai hak
                  eigendom atas suatu benda dapat berbuat apa saja dengan bendanya
                  itu, asal saja ia tidak melanggar undang-undang atau hak orang
                  lain. Pada waktu Prof. Vollenhoven menulis bukunya, memang hak
                  eigendom dipandang sebagai sunguh-sungguh mutlak , dalam arti tak
                  terbatas tetapi dalam zaman kita ini, dimana-mana timbul pengertian
                  tentang azas kemasyarakatan (sociale functie) dari hak tersebut.
                  Maka oleh para ahli hukum dewasa ini, pendapat Prof. Vollenhoven
                  yang dengan mutlak menentang landsdomein mulai diragu-ragukan
                  kemanfaatannya, apalagi jika kita mengingat pasal 38 ayat 3 U.U.D.S
                  (Undang-Undang Dasar Sementara), dan pasal 36 ayat 3 U.U.D.S.
   157   158   159   160   161   162   163   164   165   166   167